Orang-orang Islam kerana kekafiran mereka dan kebutuhan
mereka serta situasi ekonomi yang memburuk, mereka ingin bertemu dengan pasukan
yang tidak bersenjata; mereka ingin bertemu dengan kafilah yang kaya, bukan
pasukan yang bersenjata; mereka membutuhkan harta untuk menyebarkan dakwah.
Namun Allah SWT menginginkan mereka dengan keadaan seperti itu agar mereka
berhadapan dengan pasukan kafir dan agar mereka mampu memutus tali kekuatan
orang-orang kafir sehingga kebenaran akan menang.
Keluarlah orang-orang Muslim dalam peperangan Badar dengan
membayangkan bahawa mereka akan mendapatkan keuntungan dan kesenangan dengan
banyak mengambil ganimah. Namun Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan
yang berat, di mana itu berakibat pada jatuhnya tokoh-tokoh kaum kafir Mekah
sebagai korban darinya dan agar Madinah dapat menahan penderitaan dan kefakiran
yang dialaminya. Seharusnya pengikut Islam tidak membayangkan untuk mengambil
keuntungan tetapi ia justru harus memberi kepadanya.
Nabi
mengetahui sebagai pemimpin pasukan ia harus mengingatkan pasukannya bahawa
mereka akan menemui kesulitan dan penderitaan, dan bukan masalah sepele seperti
yang mereka bayangkan. Nabi bermusyawarah dengan sahabat-sahabat. Beliau
berbincang-bincang dengan Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin
Amr. Lalu mereka semua sepakat untuk terus melakukan peperangan apa pun hasilnya
dan apa pun pengorbanan yang harus dilakukan.
Kemudian
Rasulullah saw berkata: "Wahai para sahabat, tunjukkanlah diri kalian."
Rasulullah saw mengisyaratkan kepada kaum Anshar. Rasulullah saw khawatir jika
mereka memahami bahawa baiat yang terjadi di antara mereka yang berisi agar
mereka melindungi beliau jika beliau diserang di Madinah saja, dan memang
pasal-pasal dari baiat itu mendukung hal itu. Tidakkah mereka mengatakan kepada
beliau: "Ya Rasulullah, kami tidak akan bertanggungjawab kepadamu sehingga
engkau sampai di negeri kami. Jika engkau sampai di negeri kami, maka kami akan
bertanggungjawab untuk melindungimu."
Majoriti
pasukan terdiri dari orang-orang Anshar, maka Rasulullah saw ingin mengetahui
keputusan majoriti tentera sebelum dimulainya peperangan. Kaum Anshar mengetahui
bahawa Rasul saw ingin mengetahui pendapat kaum Anshar. Oleh kerana itu, Sa'ad
bin 'Auf berkata: "Demi Allah, seakan-akan engkau menginginkan kami ya
Rasulullah." Nabi menjawab, "benar." Kemudian kaum Anshar menyatakan apa yang
mereka rasakan.
Mendengar pernyataan kaum Anshar itu hilanglah kekhuatiran
dan ketakutan Nabi, bahkan beliau bergembira dan wajahnya berseri-seri.
Rasulullah saw telah mendidik mereka berdasarkan Islam dan Islam tidak mengenal
pasal-pasal perjanjian namun ia justru tenggelam dalam esensinya dan
kedalamannya yang jauh. Kaum Anshar meyakinkan Nabi bahawa mereka benar-benar
beriman kepadanya, mencintainya dan akan mendengarkan apa saja yang beliau
katakan serta akan benar-benar mentaati beliau.
Sa'ad
bin Mu'ad berkata: "Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau inginkan dan kami
akan bersamamu. Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau
membelah lautan lalu engkau menyelam di dalamnya nescaya kami akan menyelam
bersamamu dan tidak ada seseorang pun di antara kami yang akan meninggalkanmu."
Demikianlah keteguhan kaum Anshar. Kalimat tersebut menetapkan peperangan paling
penting dan paling berbahaya dalam sejarah Islam.
Perasaan
kaum Anshar dan Muhajirin dalam pasukan Rasul saw sangat berbeza dengan perasaan
Nabi Musa ketika mereka mengatakan kepadanya, "pergilah engkau wahai Musa
bersama Tuhanmu dan berperanglah, sesungguhnya kami di sini hanya duduk-duduk
saja." Namun kaum Muslim menyatakan bahawa seandainya Rasul saw memerintahkan
mereka untuk melalui lautan dengan berjalan kaki di atas ombaknya nescaya mereka
akan melakukan hal itu walaupun berakibat pada tenggelamnya mereka dan kematian
mereka dan tak seorang pun yang akan menentang perintah Rasul saw tersebut.
Akhirnya, kaum Muslim bersiap-siap untuk memasuki kancah
peperangan lalu mereka membuat khemah-khemah yang di situ ditentukan tempat
peristirahatan dan pergerakan tentera Islam. Tempat itu ditentukan oleh Rasul
saw. Allah SWT membiarkan Rasul-Nya melakukan kesalahan dalam memilih tempat
sehingga itu akan dapat menjadi pelajaran bagi kaum Muslim dalam kaedah umum
dari kaedah-kaedah peperangan yaitu sikap pemimpin pasukan untuk mengambil suatu
kebijakan yang penting yang berdasarkan pengalaman. Kemudian datanglah Habab bin
Mundzir kepada Rasulullah saw dan bertanya kepadanya, "apakah tempat yang kita
jadikan sebagai pusat pergerakan tentera kita merupakan pilihan dari Allah SWT
dan Rasul-Nya hingga kita tidak dapat mendahuluinya dan mengakhirinya yakni kita
tidak dapat memberikan pendapat kita ataukah itu hanya masalah yang bersifat
teknik yakni itu terserah pada pendapat kita dan sesuai kebijakan saat perang
dan ia merupakan tipu daya semata?"
Rasulullah saw berkata: "Tetapi itu adalah pendapat
peribadi, peperangan, dan tipu daya." Habab berkata: "Ya Rasulullah ini adalah
tempat yang tidak tepat." Sahabat yang sarat pengalaman ini memilih tempat di
mana pasukan Madinah dapat minum darinya sedangkan pasukan Mekah tidak dapat
mengambil darinya. Kemudian berpindahlah pasukan Muslim menuju tempat yang telah
ditentukan oleh pengalaman militer.
Sampailah pasukan Mekah di mana jumlah mereka mendekati
seribu tentera dan mereka akan berhadapan dengan tiga ratus tujuh belas pasukan
Muslim. Pasukan Quraisy berada di tempat yang jauh dari lembah.
Pasukan
kafir terdiri dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan
pahlawan-pahlawan mereka, sedangkan pasukan Muslim terdiri dari
keluarga-keluarga, ipar-ipar dan keluarga dekat dari pasukan kafir. Allah SWT
telah menentukan agar seorang anak bertemu dengan ayahnya, saudara bertemu
dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu di medan peperangan. Mereka semua
dipisahkan dengan suatu prinsip di mana mereka ditentukan oleh pedang. Akhirnya,
peperangan Badar pun terjadi dan kaedah utama adalah kaedah persaudaraan sesama
Muslim. Dan ketika pasukan Muslim berpegang teguh di atas dasar Islam, maka
pasukan kafir mulai terpecah belah namun keadaan tersebut mereka sembunyikan.
Lalu
'Utbah bin Rabi'ah berbicara di tengah-tengah pasukan Mekah dan mengajak mereka
untuk menarik kembali dari peperangan. 'Utbah memberikan pernyataan sesuai
dengan tuntutan akal sehat, "wahai orang-orang Quraisy demi Allah, jika kalian
harus memerangi Muhammad, maka kalian akan menyesal kerana kita berhadapan
dengan saudara- saudara kita sendiri. Boleh jadi kita akan membunuh anak paman
kita, atau salah seorang dari kerabat kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya
saja?"
Kalimat
yang rasional tersebut cukup menggoncangkan pasukan Mekah. Sebahagian tentera
merasa puas dengan pernyataan tersebut kerana mereka melihat bahawa tidak ada
gunanya peperangan itu. Namun kebodohan justru memadamkan kalimat yang rasional
itu. Abu Jahal menuduh bahawa yang mengucapkan kata-kata adalah orang yang
penakut. Kemudian Abu Jahal lebih memilih pendapatnya untuk menetapkan terus
memerangi kaum Muslim.
Pemimpin
pasukan kafir yaitu Abu Jahal mengetahui bahawa Muhammad tidak pernah berbohong.
Kitab-kitab sejarah menceritakan bahawa Akhnas bin Syuraif menyendiri dalam
perang Badar bersama Abu Jahal sebelum terjadinya peperangan tersebut dan
bertanya kepadanya, "wahai Abul Hakam, tidakkah engkau melihat bahawa Muhammad
pernah berbohong? Abul Hakam menjawab: "Bagaimana mungkin ia berbohong atas
Allah, sedangkan kami telah menamainya al-Amin (orang yang dapat dipercayai)."
Peperangan tersebut bukan sebagai usaha untuk mendustakan Rasul saw tetapi itu
hanya semata-mata untuk menjaga kepentingan-kepentingan sesaat dan keadaan
ekonomi. Demikianlah orang-orang kafir mempertahankan nilai yang paling rendah
yang ada di muka bumi yang juga dipertahankan oleh binatang, sementara kaum
Muslim justru mempertahankan nilai yang paling tinggi di bumi dan di langit yang
ikut serta di dalamnya para malaikat.
Kemudian
datanglah waktu malam menyelimuti dua kubu. Tiga ratus tentera yang mukmin sudah
bersiap-siap dan mendekati seribu tentera musyrik. Orang-orang musyrik datang
dengan menunggangi tunggangan mereka dan tampak mereka memiliki persenjataan
yang lengkap, sedangkan setiap orang Muslim datang di atas satu kenderaan.
Pakaian yang dipakai orang-orang musyrik tampak masih baru dan pedang-pedang
mereka tampak mengilat serta baju besi yang mereka gunakan sangat unggul dan
kuat. Alhasil, mereka memiliki persiapan yang sangat mengagumkan sedangkan
pakaian yang dipakai orang-orang Muslim tampak sudah usang dan pedang-pedang
kuno pun mereka gunakan dan baju besi yang mereka gunakan tampak tidak sempurna.
Nabi
melihat keadaan pasukannya lalu hati beliau tampak sedih melihat pasukan
tersebut. Beliau berdoa kepada Tuhannya: "Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang lapar, maka kenyangkanlah mereka. Ya Allah, sesungguhnya mereka
adalah orang- orang yang tanpa alas kaki, maka tolonglah mereka. Ya Allah,
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak berpakaian, maka berilah
mereka pakaian."
Kemudian
rasa kantuk menghinggapi mata kedua pasukan lalu mereka beristirahat di
tengah-tengah malam. Jatuhlah hujan kecil yang membuat tempat itu basah sehingga
kelembapan mengitari kaum Muslim. Hujan tersebut membasuh tanah perjalanan dan
menghilangkan debu- debu kepayahan serta menyucikan hati dan membangkitkan
kepercayaan atas kemenangan dari Allah SWT.
Allah
SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai
suatu penenteram dari-Nya, dan Allah menurunkan hujan dari langit untuk
menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan
syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu)."
(QS. al-Anfal: 11)
Datanglah waktu pagi di Badar lalu kaum Quraisy mulai
menyerang, lalu Nabi memerintahkan pasukan Muslim untuk bertahan. Rasulullah saw
bersabda: "Jika musuh mengepung kalian, maka usirlah mereka dengan panah dan
janganlah kalian menyerang mereka sehingga kalian diperintahkan."
Demikianlah ketetapan militer yang sangat jitu yang bererti
hendaklah kaum Muslim membentengi mereka di tempat-tempat mereka agar
orang-orang musyrik mendapatkan kerugian dari serangan yang mereka lakukan. Kita
mengetahui dari ilmu militer saat ini bahawa seorang yang menyerang memerlukan
tiga atau tiga kali lipat dari jumlah yang biasa dilakukan sehingga serangannya
betul-betul efektif; kita mengetahui bahawa jumlah pasukan musyrik tiga kali
lipat dibandingkan dengan tentera Muslim. Kaum musyrik di lihat dari segi jumlah
sangat memadai untuk memenangkan peperangan, dan persenjataan mereka lebih
lengkap dari persenjataan kaum Muslim. Jumlah haiwan yang mereka miliki pun sama
dengan jumlah mereka, sedangkan tiap tiga orang Muslim berperang di atas satu
tunggangan.
Keadaan
saat itu sangat menguntungkan kaum musyrik. Tanda-tanda kemenangan tampak
menyertai bendera kaum musyrik, tetapi kemenangan peperangan bukan kerana
kebesaran jumlah pasukan dan persenjataan yang lengkap. Terkadang peperangan
justru dimenangkan oleh unsur spirituil yang tidak kelihatan. Spirituil tentera
dan keimanannya tentang persoalan yang dipertahankannya serta keinginannya untuk
mendapatkan dua kebaikan: kemenangan atau kematian dan hasratnya yang tinggi
untuk meneguk madu syahadah, semua itu dapat mengubah seorang tentera menjadi
makhluk yang tidak terkalahkan. Boleh jadi ia akan merasakan kematian tetapi
jauh dari kekalahan. Demikianlah keadaan pasukan Muslim.
Sementara itu debu-debu berterbangan di atas kepala pasukan
yang bertempur dan kaum Muslim mencurahkan tenaga yang keras dalam peperangan
itu. Ketika dua pasukan saling bertemu dan bertempur, Nabi saw melihat mereka,
lalu Nabi saw menyaksikan pasukannya terjepit. Pasukan yang berjumlah sedikit
dengan persenjataan yang tidak lengkap itu kini ditekan oleh orang kafir. Dalam
keadaan demikian, Nabi saw meminta pertolongan kepada Tuhannya: 'Ya Allah,
kirimkanlah bantuan dan pertolongan-Mu. Ya Allah, wujudkanlah janji-Mu kepadaku.
Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah
setelahnya di muka bumi." Renungkanlah, bagaimana kesedihan Nabi saat terjadi
peperangan itu. Oleh kerana itu, kita dapat memahami mengapa Nabi saw meminta
agar pasukannya dimenangkan.
Pemimpin
pasukan tertinggi Muhammad bin Abdillah keluar berperang di jalan Allah SWT dan
saat ini kematian sedang mengitari kaum Muslim, lalu apa yang difikirkan oleh
Nabi saw pada keadaan yang sulit tersebut? Pemikiran Nabi saw melebihi hal yang
sekarang dan menuju pada hal yang akan datang, dan yang menjadi fokus Nabi
adalah penyembahan Allah SWT di muka bumi: "Ya Allah, jika kelompok ini
dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi."
Nabi
tidak terlalu mengkhuatirkan kehancuran kaum Muslim kerana Nabi justru
mengkhuatirkan sesuatu yang lebih besar dari itu. Yang beliau khuatirkan adalah
penyembahan kepada Allah SWT akan berhenti di muka bumi. Oleh kerana itu, Nabi
meminta tolong kepada Tuhannya dan mengingatkan kembali kepada Tuhannya dan
Allah SWT lebih tahu dari hal itu. Kemudian turunlah bala tentera malaikat yang
dipimpin oleh Jibril.
Allah
SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada
Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: 'Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala
bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.' Dan
Allah tidak menjadikannya (mengirim bantuan itu), melainkan sebagai khabar
gembira dan agar hatimu menjadi tenteram kerananya. Dan kemenangan itu hanyalah
dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS.
al-Anfal: 9-10)
Setelah
itu Nabi saw menghampiri sahabat Abu Bakar dan berkata: "Sampaikan berita
gembira wahai Abu Bakar, sesungguhnya telah datang kepadamu bantuan dari Allah
SWT."
Turunnya
para malaikat merupakan cara untuk meneguhkan kaum Muslim dan berita gembira
kepada mereka. Mukjizat itu bukan terletak pada penyertaan para malaikat dalam
peperangan, namun melalui nas-nas ditegaskan bahawa peranan malaikat tidak lebih
dari sekadar membawa berita gembira dan memberikan dukungan moril serta memenuhi
hati dengan ketenangan. Kami kira bahawa Allah SWT ingin agar para malaikat
menyaksikan manusia-manusia malaikat yang mempertahankan akidah tauhid.
Demikianlah Allah SWT mewahyukan kepada malaikat bahawa Dia
bersama mereka. Oleh kerana itu, hendaklah orang-orang yang beriman merasa
tenang dan kebenaran akan tertancap pada hati mereka sedangkan orang-orang kafir
pasti akan merasakan ketakutan.
Allah
SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para
malaikat: 'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian)
orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam
hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap
ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah kerana sesungguhnya
mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barang siapa menentang Allah dan
Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras seksaan-Nya. Itulah (hukum dunia
yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi
orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka." (QS. al-Anfal: 12-14)
Lalu
orang-orang kafir pun mengalami kekalahan. Setelah peperangan itu, terbunuhlah
tujuh puluh kafir dan tujuh puluh tawanan dari mereka dan sebahagian pasukan
melarikan diri. Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan kelaliman di peperangan
tersebut. Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin pasukan, dan pahlawan-pahlawan Mekah
kini terkapar.
Rasulullah saw berdiri di depan bangkai-bangkai orang-orang
kafir dan berkata: "Wahai Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai
Umayah bin Khalf, wahai Abu Jahal bin Hisam, apakah kalian menemukan apa yang
dijanjikan oleh tuhan kalian kepada kalian. Sungguh aku telah menemukan apa yang
dijanjikan Tuhanku." Orang-orang Muslim berkata: "Ya Rasulullah, apakah engkau
memanggil kaum yang sudah mati?" Rasulullah berkata: "Kalian tidak mengetahui
apa yang aku katakan kepada mereka, tetapi mereka tidak mampu menjawab
perkataanku." Rasulullah saw tinggal tiga malam di Badar kemudian beliau kembali
ke Madinah. Di depan beliau terdapat tawanan-tawanan perang dan ganimah.
Kaum
Muslim sangat menanggung beban berat dengan banyaknya tawanan perang. Mula-mula
Rasulullah saw bermusyawarah dengan sahabat Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar
berkata: "Ya Rasulullah, mereka adalah keturunan dari saudara-saudara dan
keluarga, dan aku melihat lebih baik engkau mengambil fidyah (tebusan) dari
mereka sehingga apa yang engkau ambil tersebut merupakan kekuatan bagi kita
terhadap orang-orang kafir, dan mudah-mudahan Allah SWT memberi petunjuk kepada
mereka sehingga mereka menjadi tulang punggung kita."
Kemudian
Rasulullah saw menoleh kepada Umar bin Khattab sambil berkata, "bagaimana
pendapatmu wahai Ibnul Khattab?" Lelaki itu berkata: "Demi Allah, aku tidak
sependapat dengan apa yang dikatakan Abu Bakar tetapi aku berpendapat,
seandainya aku mampu untuk bertemu dengan salah seorang kerabatku, maka aku akan
memukul lehernya, dan seandainya Ali mampu bertemu dengan keluarganya, maka ia
pun akan memukul lehernya begitu Hamzah sehingga Allah SWT mengetahui bahawa
tidak ada di hati kita kelembutan kepada kaum musyrik."
Pasukan
Madinah dan pasukan Mekah terdiri dari keluarga-keluarga yang terikat hubungan
kekerabatan, namun kehendak Allah SWT menetapkan terjadinya peperangan sesama
keluarga: antara anak dan orang tuanya. Umar menginginkan agar keadaan demikian
terus berlanjut sehingga orang-orang musyrik mengetahui bahawa Islam tidak ingin
berdamai. Kemudian Selesailah urusan itu dan terjadi peperangan di jalan Allah
SWT dan mengangkat senjata dan berperang adalah suatu kewajipan yang tiada
keraguan di dalamnya. Nabi saw menoleh kepada kaum Muslim dan mendapati
sebahagian besar mereka cenderung kepada pendapat Abu Bakar. Nabi saw mengikuti
pendapat majoriti saat itu. Pendapat majoriti salah dan hanya Umar yang benar.
Ini
adalah peperangan pertama yang dilalui oleh Islam. Hendaklah kaum Muslim harus
meninggalkan dorongan kemanusiaan mereka, yakni orang- orang kafir harus dibunuh
agar musuh-musuh Allah SWT mengetahui bahawa Islam telah memilih darah. Allah
SWT telah mendukung Umar bin Khattab dalam Al-Qur'an sehingga Nabi saw dan Abu
Bakar menangis ketika keduanya menyedari kesalahan mereka pada hari berikutnya,
lalu Umar memergoki mereka dalam keadaan menangis dan ia bertanya, "apa yang
menyebabkan Rasulullah saw dan temannya di gua menangis?" Kemudian Rasulullah
saw membaca Al-Qur'an:
"Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia
dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu
dari Allah, nescaya kamu ditimpa seksaan yang besar kerana tebusan yang kamu
ambil." (QS. al-Anfal: 67-68)
Kedua
ayat itu mengatakan bahawa ini bukan saatnya melindungi para tawanan dan
berusaha untuk menebus mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi tidak berhak
memiliki tawanan kecuali jika ia telah melakukan banyak peperangan dan banyak
berjihad dan telah banyak membunuh dan dakwahnya telah mapan.
Kedua
ayat tersebut menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu menghendaki
harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)."
Demikianlah pemikiran yang mempertimbangkan keadaan-keadaan
aktual yang sulit. Itu adalah pemikiran yang bersifat taktik sebagaimana yang
kita ungkapkan dalam istilah moden dan bukan pemikiran yang bersifat strategis.
Kemudian para tawanan tersebut bukan tawanan biasa tetapi menurut istilah moden
mereka adalah penjahat-penjahat perang. Oleh kerana itu, nyawa mereka harus
ditumpahkan saat mereka dapat ditangkap, meskipun mereka memiliki kekayaan yang
banyak atau kedudukan yang tinggi. Islam tidak mengakui kekayaan atau kedudukan,
yang diakuinya adalah keimanan, sedangkan pertimbangan-pertimbangan duniawi
lainnya tidak dihiraukan oleh Islam.
Nas
Al-Qur'an memperingatkan orang-orang yang menang bahawa kesalahan mereka bisa
berakibat pada datangnya seksaan yang bakal mereka terima tetapi Allah SWT
mengampuni mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau sekiranya tidak ada
ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, nescaya kamu ditimpa seksaan yang
besar kerana tebusan yang kamu ambil."
Seksaan
tersebut memang lebih dekat daripada pohon yang dekat ini, kemudian Allah SWT
mengampuni mereka dan Allah SWT mengampuni sahabat-sahabat yang terjun di perang
Badar, baik dosa yang lalu mahupun dosa mereka yang akan datang. Demikianlah
Al-Qur'an ingin mendidik kaum Muslim agar mereka tidak banyak mempertimbangkan
urusan manusiawi saat berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya yaitu
peperangan yang hanya ditujukan kepada Allah SWT dan hendaklah peperangan
tersebut dihilangkan dari pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga
sahabat-sahabat Nabi mengetahui bahawa kecenderungan kepada kesenangan duniawi
akan berakibat pada kekalahan mereka.
Dalam
peperangan Uhud jumlah kaum musyrik tiga ribu sedangkan jumlah kaum Muslim tiga
ratus pasukan setelah pemimpin orang-orang munafik Abdullah bin Saba'
mengundurkan diri pasukan. Kaum Muslim diletakkan di gunung dan Rasulullah saw
membuat rencana yang jitu untuk memenangkan pertempuran di mana beliau membagi
pasukan pemanah di puncak gunung untuk melindungi punggung kaum Muslim dan
melindungi mereka dari serangan dari arah belakang. Rasulullah saw memberi
pengertian kepada pasukan panah itu agar mereka tetap di tempatnya baik kaum
Muslim menang mahupun kalah. Yakni bahawa pasukan pemanah tidak boleh turun dari
gunung dan meski berusaha untuk melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw berkata
kepada mereka. "lindungilah punggung-punggung kami. Jika kalian melihat kami
sedang bertempur, maka kalian tidak usah turun darinya dan tidak usah menolong
kami, dan jika kalian melihat kami memperoleh kemenangan dan mengambil ganimah,
maka kalian tidak boleh ikut serta bersama kami."
Setelah
membuat keputusan tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan yang lain, lalu
beliau membikin suatu rencana untuk menyerang. Dan Dimulailah peperangan
kemudian pasukan Islam mendorong pasukan musyrik laksana angin yang kencang yang
memporak-porandakan ribuan kaum musyrik. Pada tahap pertama pasukan Islam tampak
menguasai medan dan berhasil menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah tampak
berputus asa meskipun mereka unggul secara bilangan dan meskipun mereka memiliki
kekuatan persenjataan yang lengkap, pasukan Mekah justru dikejutkan dengan
ketangguhan pasukan Muslim yang dapat memukul mundur mereka hingga mereka
membayangkan bahawa mereka tidak dapat memenangkan peperangan atau dapat
bertahan di hadapan pasukan Muslim.
Debu-debu peperangan mulai berterbangan yang menyertai
tanda-tanda kekalahan pasukan Mekah. Sementara itu, para pemanah yang diletakkan
Rasulullah saw di suatu tempat yang strategis berfikir untuk memperoleh ganimah.
Pasukan Mekah telah kalah dan mereka telah melarikan diri dari pasukan Muslim,
maka bagaimana seandainya para pemanah turun dari tempat mereka untuk
mengumpulkan harta rampasan dan ganimah. Rasulullah saw telah mengingatkan
mereka agar jangan meninggalkan tempat mereka, apa pun yang terjadi tetapi
pasukan pemanah itu justru berkhianat dan menentang perintah Nabi saw setelah
mereka membayangkan bahawa peperangan telah selesai dan keuntungan akan
diperoleh pasukan Madinah yang beriman.
Pasukan pemanah mengira bahawa
Allah SWT akan menutupi kesalahan mereka dan akan melindungi mereka sehingga
mereka berhasil mengambil harta rampasan dan ganimah. Sungguh keikhlasan telah
tercabut dari hati sebahagian pasukan. Belum lama hal tersebut berlangsung
sehingga terjadilah perubahan yang drastik pada peperangan. Pemimpin pasukan
berkuda musyrik dalam peperangan Uhud yaitu Khalid bin Walid yang kemudian ia
menjadi tokoh Muslim adalah orang yang sangat genius dalam peperangan. Begitu ia
melihat pasukan pemanah lari dari tempat mereka, maka ia melihat celah yang
terbuka di tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia segera memutarkan kudanya dan
disertai pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia menyerang kaum Muslim dari
belakang. Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat cepat dan sangat
mengejutkan. Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas. Mereka yang tadinya
lari, kini mereka menarik diri dan justru menyerang kembali.
Pasukan
Muslim dikepung dari dua arah oleh pasukan berkuda: satu dari belakang dan yang
lain dari depan. Kemudian berjatuhanlah korban- korban dari pasukan Muhammad bin
Abdillah. Banyak di antara mereka yang mati sebagai syahid saat mempertahankan
dan melindungi Rasulullah saw, bahkan sang Nabi pun hidungnya terluka dan
giginya pun runtuh dan kepala beliau yang mulia terluka sehingga beliau
mengucurkan darah.
Kemudian
tersebarlah isu bahawa Muhammad saw telah meninggal. Ketika mendengar itu, kaum
Muslim sangat terpukul dan sangat sedih sehingga kaum Muslim pun terpecah-pecah.
Sebahagian mereka kembali ke Mekah dan sekelompok yang lain ke atas gunung dan
mereka tetap menjaga Nabi saw yang mulia. Ketika mendengar kematian Nabi, Anas
bin Nadhir berkata kepada kaumnya: "Bangkitlah kalian dan matilah seperti
kematiannya. Apa yang kalian lakukan setelah kalian hidup sesudahnya."
Pasukan
Muslim tetap bertahan dan melakukan peperangan, lalu tekanan kaum musyrik
semakin berat kepada Nabi saw dan para sahabatnya. Kemudian terjadilah kejadian
yang paling sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi saw berteriak saat melihat kaum
musyrik menekannya dan berusaha membunuhnya: "Barang siapa yang dapat mengusir
mereka dariku, maka baginya syurga."
Mendengar perkataan itu, kaum Muslim segera mengitari Nabi
saw dan melindungi beliau sehingga banyak dari mereka berguguran sebagai syahid.
Bahkan sahabat-sahabat Abu Juanah melindungi Nabi saw sampai- sampai punggungnya
dipenuhi dengan anak-anak panah. Ia bagaikan baju besi yang dipakai kepada Nabi
saw dan ia tetap kukuh melindungi Nabi saw. Kemudian berubahlah keadaan kerana
keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah
merasa puas dan mereka memilih untuk menarik diri. Saat itu orang-orang Quraisy
tidak lebih sedikit penderitaannya daripada orang-orang Muslim.
Setelah
peperangan yang dahsyat itu, kaum musyrik menarik diri setelah mereka berhasil
membunuh beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil melukai pemimpin pasukan
yaitu sang Nabi saw. Semua itu terjadi kerana satu kesalahan yaitu kesalahan
terletak pada penentangan dan pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang
Rasul saw dan usaha mereka untuk meninggalkan tempat mereka.
Ketika
sebahagian kelompok dari sahabat kehilangan pengorbanan dan kehilangan sikap
ikhlas dalam hati mereka, maka kesalahan tersebut harus dibayar oleh tentera
yang paling berani dan mulia di antara mereka yaitu sang Nabi saw. Langit tidak
ikut campur untuk menyelamatkan pasukan Islam itu. Kesalahan kaum Muslim itu
harus dibayar oleh Rasul saw di mana wajah beliau pun terluka bahkan keluar
darah yang cukup deras dari luka beliau sehingga setiap kali dituangkan air di
atas luka itu, maka darah pun semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti
kecuali setelah dibakarkan potongan tembikar lalu dilekatkan di atasnya.
Luka
beliau bukan hanya bersifat materi tetapi luka spirituil beliau dan rohani
beliau pun semakin bertambah. Ini beliau rasakan ketika mendengar bahawa
pamannya Hamzah gugur sebagai syahid dan tidak cukup dengan itu, bahkan isteri
Abu Sofyan yaitu Hindun membelah perutnya dan mengeluarkan jantungnya serta
mengunyahnya dengan mulutnya. Semua itu semakin menambah kesedihan sang Nabi.
Kaum
Quraisy menguasi pasukan Muslim dan mereka memperlakukan dan menekan kaum Muslim
secara aniaya. Seandainya bukan kerana rahmat Allah SWT nescaya kaum Muslim akan
mengalami kekalahan yang teruk. Kemudian turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim
ayat-ayat yang mendidik kaum Muslim agar mereka benar-benar ikhlas dan
memahamkan mereka bahawa kekalahan mereka sebagai akibat dari adanya pasukan di
antara mereka yang menginginkan dunia meskipun di antara mereka ada sebahagian
yang menginginkan akhirat. Jika terjadi demikian, maka tidak ada jalan untuk
memperoleh kemenangan. Ini bukanlah hal yang diinginkan oleh pasukan Muslim,
yang diharapkan adalah hendaklah semua pasukan tertuju untuk mencapai ridha
Allah SWT dan hanya mengharapkan akhirat. Jika demikian halnya, maka Allah SWT
akan memberi mereka dunia dan akhirat.
Allah
SWT berfirman dan menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran:
"Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara
kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari
mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan
Allah mempunyai kurnia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman." (QS.
Ali 'Imran:: 152)
Allah
SWT memaafkan hal itu. Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah korban mereka
dan mengubati orang-orang yang terluka. Rasulullah saw bertanya tentang pamannya
Hamzah, dan ketika beliau mendapatinya di tengah-tengah sahabat yang gugur, dan
orang-orang kafir telah merosak jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan
menangis: "Tidak akan ada orang yang akan tertimpa sepertimu selama- lamanya."
Kemudian
Nabi saw berdiri dan memuji Allah SWT lalu beliau memerintahkan untuk
mengembalikan orang-orang yang terbunuh dari kaum Muslim ke tempat asal mereka
di mana mereka terbunuh. Saat itu keluarga mereka telah membawanya ke kuburan
kemudian Nabi saw mengumpulkan kedua orang laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud
dalam satu pakaian dan beliau bertanya siapa di antara keduanya yang paling
banyak mengambil manfaat dari Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah satunya,
maka beliau akan mendahulukannya untuk dimasukkan dalam liang lahad.
Rasulullah saw juga memerintahkan agar mereka dikebumikan
dengan darah mereka dan beliau pun tidak mensolati mereka, serta tidak
memandikan mereka. Allah SWT ingin memperlihatkan bagaimana mereka dibangkitkan
pada hari kiamat lalu beliau bersabda: "Tiada seorang pun yang terluka di jalan
Allah SWT kecuali Allah SWT membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan di
mana Iukanya akan mengucur darah. Warna itu adalah warna darah dan baunya
seperti minyak misik."
Bukanlah
penderitaan yang dalam yang merupakan pelajaran yang harus dimengerti kaum
Muslim dari peperangan Uhud sebagai akibat dari pembangkangan mereka dari
perintah Rasul saw dan ketidaktaatan mereka kepadanya, tetapi wahyu juga
menurunkan berbagai pelajaran yang lain yang dapat dimanfaatkan. Pelajaran yang
terpenting setelah pelajaran kesetiaan adalah penjelasan tentang sentral utama
yang di situ kaum Muslim berkumpul. Peribadi Rasulullah saw bukanlah markas yang
di situ kaum Muslim berkumpul yang ketika peribadi Rasulullah saw yang mulia
pergi kerana satu dan lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi dan
meninggalkan beliau. Tidak seharusnya peribadi Rasul saw menjadi markas atau
sentral tetapi yang menjadi sentral dari semuanya adalah pemikiran beliau.
Itulah yang paling penting.
Demikianlah bahawa Al-Qur'an al-Karim mencela orang-orang
yang meletakkan senjatanya ketika tersebar isu terbunuhnya Nabi saw. Islam tidak
akan mencapai puncaknya ketika kaum Muslim berkumpul di sisi Rasulullah saw saat
beliau masih hidup namun ketika beliau terbunuh atau mati, maka mereka murtad di
mana mereka membuang senjatanya dan pergi mengurusi diri mereka sendiri.
Orang-orang Islam adalah orang- orang yang mengikuti prinsip bukan mengikuti
peribadi. Muhammad bin Abdillah memang seorang pemimpin manusia dan Imam para
rasul dan penutup para nabi, dan sebagai makhluk Allah SWT yang paling mulia,
namun ini semua tidak membenarkan bahawa seorang Muslim diperbolehkan untuk
meletakkan senjatanya ketika Rasul saw wafat atau terbunuh. Hendaklah seorang
Muslim memanggul senjatanya dan tidak membuang dari tangannya kecuali dalam dua
keadaan: pertama ketika ia telah memperoleh kemenangan dan kedua ketika ia telah
mati.
Nas
Al-Qur'an menjelaskan secara gamblang hubungan kaum Muslim dengan akidah Islam,
bukan dengan peribadi sang Rasul saw. Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh
telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau
dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke
belakang, maha ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan
Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali 'Imran:
144)
Demikianlah bahawa peperangan Uhud telah membawa dampak
yang luar biasa terhadap kaum Muslim, utamanya terhadap Nabi saw. Orang-orang
yang terbunuh di perang Uhud adalah sahabat-sahabat yang paling mulia dan paling
banyak imannya. Mereka adalah pilihan dari orang-orang Muslim yang pertama;
mereka memikul beban dakwah di saat-saat yang sulit bahkan mereka harus
berhadapan dan memusuhi kerabat mereka dan teman-teman mereka; mereka menjadi
terasing saat menyatakan keislaman mereka sebelum hijrah dan sesudahnya; mereka
telah menginfakkan harta; mereka berjuang di jalan Allah SWT; mereka telah
bersabar dalam menanggung berbagai macam penderitaan, dan ketika datang saat
yang paling berbahaya dan pasukan Islam telah terkepung di mana jiwa Rasul saw
telah terancam, mereka justru mencurahkan darah mereka bagaikan lautan yang
menenggelamkan orang-orang kafir dan mereka mampu melindungi sang Rasul saw dan
mengubah jalan peperangan serta menyelamatkan akidah tauhid.
Peperangan Uhud bukanlah pengorbanan pertama yang dilakukan
oleh kaum Muslim dan bukanlah merupakan peperangan yang terakhir. Ia adalah satu
peperangan di antara cukup banyak peperangan yang dilalui oleh Islam untuk
menyebarkan kalimat Allah SWT di muka bumi dan membimbing hamba-hamba-Nya.
Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan peperangan Uhud bukanlah pengorbanan yang
pertama terhadap Islam dan bukan juga yang terakhir. Rasulullah saw telah hidup
setelah diutusnya kepada manusia di mana beliau telah memberikan semuanya untuk
kehidupan dan untuk dakwah; beliau tidak memiliki dirinya sendiri; beliau tidak
memboroskan waktunya dengan sia-sia bahkan beliau beristirahat sedikit saja.
Semua kehidupan beliau diberikan kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau menjalani
berbagai macam peperangan dan beliau memikul berbagai macam penderitaan dan
belum lama beliau lari dari suatu masalah kecuali beliau berhadapan dengan
masalah yang baru dan lain; belum lama beliau menyelesaikan suatu krisis kecuali
beliau menghadapi krisis yang lain. Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana
beliau selalu memberikan kontribusi dan sumbangannya demi kepentingan agama
Allah SWT.
Silakan
Anda mengamati kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang Anda inginkan
nescaya Anda tidak akan menemukan sudut dari sudut-sudut kehidupan beliau
kecuali dimulai dan dipenuhi dengan pergelutan yang hebat.
Rasulullah saw telah melalui pergelutan militer dalam
berbagai macam pertempuran yang silih berganti yang beliau lakukan. Beliau
memulai pergelutan politiknya yang terwujud dalam perundingan-perundingan dan
surat-surat yang beliau kirimkan kepada penguasa dan para raja di berbagai
negara agar mereka memeluk Islam, bahkan beliau melakukan pergelutannya dalam
masalah peribadi di rumah tangga. Rumah tangga beliau pun tidak kosong dari
pergelutan. Beliau adalah pejuang sejati dalam setiap waktu. Kalau kita mengenal
Nabi Ibrahim sebagai seorang musafir di jalan Allah SWT, maka Muhammad bin
Abdillah adalah seorang pejuang di jalan Allah SWT. Belum lama peperangan Uhud
berakhir sehingga pengaruh-pengaruh buruknya berbekas pada kaum Muslim.
Orang-orang Arab Badwi mulai berani bersikap kurang ajar kepada mereka, demikian
juga orang-orang Yahudi, apalagi orang-orang munafik dan tidak ketinggalan
orang-orang Quraisy pun mulai menyudutkan kaum Muslim.
Kemudian
datanglah utusan dari kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka mengatakan kepada
beliau bahawa mereka mendengar tentang Islam dan mereka ingin memeluknya, maka
hendaklah beliau mengutus kepada mereka beberapa dai dan mubaligh untuk
mengajari mereka tentang dasar-dasar agama. Nabi saw mengutus bersama mereka
sekelompok para dai yang dipimpin oleh 'Ashim bin Tsabit. Ternyata orang-orang
itu berkhianat atas para sahabat-sahabat yang berdakwah itu dan mereka pun
dibunuh. Bahkan tiga di antara mereka ditawan dan dijual di Mekah. Dijualnya
mereka di Mekah bererti mereka diserahkan pada kelompok orang-orang Quraisy yang
telah lama menunggu untuk menangkap kaum Muslim. Kaum Quraisy Mekah membunuh
tiga tawanan kaum Muslim itu. Orang-orang Muslim sangat sedih mendengar dai-dai
Allah SWT itu terbunuh dengan cara yang begitu tragis.
Ketika
datang kepada Nabi saw orang-orang yang minta pada beliau agar dikirim utusan
dari kalangan mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para kabilah kaum Najd,
maka Nabi kali ini betul-betul mempertimbangkan antara kepentingan menyebarkan
Islam dan perlindungan terhadap kehormatan manusia. Lalu beliau memilih untuk
kepentingan dakwah Islam. Beliau menyedari bahawa beliau mengutus para
sahabatnya dalam bahaya; beliau memberitahu mereka bahawa mereka akan menghadapi
suatu keadaan yang misteri yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun
bahaya tersebut sudah menjadi bahagian dari cita rasa kehidupan yang selalu
meliputi dakwah Islam.
Ketika
Nabi saw mengutarakan kekhuatirannya terhadap para sahabatnya yang bakal
diutusnya di tengah kabilah itu, orang-orang yang meminta beliau untuk mengutus
para sahabatnya menyakinkan beliau bahawa mereka akan melindungi sahabat beliau.
Kemudian Nabi saw memerintahkan tujuh puluh orang pilihan dari sahabatnya untuk
pergi dan berjihad di jalan Allah SWT serta mengajak manusia untuk mengikuti
Islam. Lalu pergilah para sahabat yang kemudian dikenal dengan sebutan al-Qurra'
(yaitu orang-orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan menghafalnya). Mereka
adalah para dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari mereka
memikul kayu bakar dan pada malam hari mereka sibuk dalam keadaan solat. Ketika
datang perintah Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi dan berdakwah mereka
pun pergi dalam keadaan gembira kerana mereka diajak untuk berjihad di jalan
Allah SWT. Mereka melangkahkan kaki dengan mantap di tanah orang-orang munafik
dan para pengkhianat sehingga mereka sampai di suatu sumur yang bernama sumur
Ma'unah. Kemudian mereka mengutus salah seorang di antara mereka untuk menemui
pemimpin orang-orang kafir di negeri itu. Mubaligh dari sahabat Rasulullah saw
itu menyampaikan surat Nabi yang dibawanya di mana beliau mengharapkan agar
masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikejutkan dengan adanya pisau yang
menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat ia tersungkur: "sungguh aku
beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."
Kemudian
pemimpin orang-orang kafir itu mengangkat senjata dan mengumpulkan para kabilah
untuk memerangi para mubaligh di jalan Allah SWT itu sehingga sahabat-sahabat
terbaik yang berdakwah di jalan Allah SWT itu pun gugur di sumur Ma'unah.
Jasad-jasad mereka menjadi makanan dari burung nasar dan burung-burung yang
lain. Dari tujuh puluh orang yang dikirim itu hanya seorang yang selamat yang
kembali kepada Nabi saw. Ia menceritakan apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha
Muslimin di mana mereka dikhianati. Ketika mendengar berita tentang tragedi itu,
Nabi sangat terpukul dan sedih. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan berkata
kepada sahabat-sahabatnya: "Sungguh sahabat-sahabat kalian telah terbunuh dan
mereka telah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan kami,
berikanlah kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa saja yang
menjadi kepuasan-Mu kami pun akan merasakan kepuasan."
Sungguh
penderitaan yang dialami oleh Islam sangat berat, terutama yang menimpa para
sahabat yang gugur sebagai syahid di sumur Ma'unah. Nabi saw sangat sedih
mendengar sikap orang-orang Arab dan orang- orang kafir terhadap Islam. Mereka
telah mengejek dan merendahkan kaum mukmin sampai pada batas ini. Kemudian
beliau menetapkan akan kembali mengangkat kewibawaan Islam dengan tindak
kekerasan.
Dalam
keadaan seperti ini, bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh Rasulullah
saw. Pada suatu hari beliau pergi ke Bani Nadhir untuk menyelesaikan suatu
urusan. Kemudian mula-mula mereka menampakkan persetujuan atas apa yang
diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi di bawah naungan benteng-benteng
mereka, lalu mereka bersekongkol untuk melenyapkan beliau; mereka menetapkan
untuk melemparkan batu yang berat dari atas benteng itu saat beliau duduk dan
tidak membayangkan akan terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun
Allah SWT mengilhami Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau
bangun sebelum pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi menuju
rumahnya. Beliau berfikir saat beliau kembali ke rumahnya dengan membawa
penderitaan yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut tidak akan dapat
berhenti kecuali setelah Islam menunjukkan taringnya. Islam ingin mengembalikan
kewibawaannya dengan cara mengangkat senjata.
Rasul
saw mengutus utusan ke Bani Nadhir dan memerintahkan mereka untuk keluar dari
Madinah, bahkan Rasul saw memberi waktu kepada mereka hanya sepuluh hari.
Kemudian orang-orang munafik yang ada di Madinah bersatu bersama orang-orang
Yahudi dan mereka sepakat untuk memerangi Islam. Namun ketika berhadapan dengan
Islam, orang-orang Yahudi menelan kekalahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr
yang menyebutkan pengusiran orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang
munafik. Setelah kemenangan yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama
sahabatnya untuk membalas kejadian yang menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal
dengan al-Qurra' itu. Rasul saw ingin mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian
pasukan Rasul saw itu mampu membuat para pengkhianat dari orang-orang Arab
ketakutan. Hanya sekadar mendengar nama pasukan Muslim, maka serigala-serigala
gurun yang dulu bengis itu pun ketakutan laksana tikus-tikus yang panik yang
bersembunyi di bawah lubang-lubang gunung. Orang-orang Quraisy mendengar
kegiatan pasukan Islam. Pasukan Quraisy menarik diri saat mereka mendekati
Dahran, sementara pasukan Muslim berada di Badar. Mereka menunggu pertemuan yang
disepakati di Uhud. Orang-orang Muslim menyala-kan api selama delapan hari
sebagai bentuk tantangan dan menunggu kedatangan kaum kafir sehingga ketika
mereka (kaum kafir) telah pergi, maka citra kaum Muslim pun terangkat setelah
mereka menerima kepahitan dalam peperangan Uhud.
Kaum
Muslim menoleh ke arah utara jazirah Arab setelah menetapkan kewibawaan mereka
di selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat dengan Syam merampok di
tengah jalan dan merampas kafilah yang berlalu di situ, bahkan kenekatan mereka
sampai pada batas di mana mereka berfikir untuk menyerbu Madinah. Oleh kerana
itu, Rasulullah saw keluar bersama seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi
di waktu siang dan berjalan di waktu malam, sehingga setelah lima belas malam
beliau sampai ke tempat yang dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka lalu
mereka menggerebek tempat itu. Pasukan kafir itu dikejutkan dengan kedatangan
kaum Muslim yang begitu cepat.
Kita
akan mengetahui bahawa alat komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah saw sangat
unggul sebagaimana alat pertahanan beliau pun sangat unggul. Serangan mendadak
yang dilakukan oleh pasukan Rasulullah saw menunjukkan bahawa mereka memiliki
pertahanan yang luar biasa. Sistem pertahanan yang luar biasa sebagaimana
kedatangan pasukan yang secara tiba-tiba itu menunjukkan kemampuan pasukan Islam
untuk menyusup.
Demikianlah, terjadilah hari-hari pertempuran militer.
Belum lama Nabi saw meletakkan baju besinya, dan beliau kembali membangun
peribadi kaum Muslim sehingga beliau terpaksa kembali memakai baju besinya dan
kembali berperang. Ketika musuh-musuh Islam yang berada di sekelilingnya melihat
bahawa kemampuan militer mereka tidak dapat menandingi kemampuan kaum Muslim,
maka mereka sengaja melakukan cara-cara baru untuk memerangi Islam. Yaitu
peperangan psikologi atau peperangan urat saraf dengan cara menyebarkan berbagai
macam isu atau apa yang dinamakan Al-Qur'an al-Karim dengan peristiwa al-Ifik
(kebohongan). Setelah peperangan Bani Musthaliq yaitu peperangan yang membawa
kemenangan yang cepat bagi kaum Muslim, terjadilah kesalahfahaman dan
pertengkaran di antara sahabat-sahabat yang biasa mengambil air di mana salah
seorang mereka berteriak: "wahai kaum Muhajirin," dan yang lain berteriak:
"Wahai kaum Anshar."
Peristiwa yang sangat sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin
kaum munafik yaitu Abdullah bin Ubai. Abdullah bin Ubai memprovokasi orang-
orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka
jahiliah yang lama yang telah dibuang dan telah dikubur oleh Islam, Salah satu
yang dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh mereka telah menyaingi kita dan
mengambil kebaikan dari dan seandainya kita telah kembali ke Madinah nescaya
orang-orang yang mulai akan dapat mengusir orang-orang yang hina di dalamnya."
Zaid bin
Arqam menyampaikan kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di mana kalimat itu
berisi provokasi terhadap orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin.
Ubai menginginkan agar mereka berpecah belah dan agar kesatuan mereka runtuh. Si
Munafik itu segera datang kepada Rasul saw dan menafikan apa yang dikatakannya.
Orang-orang Muslim secara lahiriah membenarkan perkataan si munafik itu dan
mereka justru menuduh Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa
itu tidak tersembunyi dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan
beliau. Lalu beliau mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke suatu
tempat yang tidak biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat
di hari itu sampai waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki
waktu pagi. Kepergian yang singkat dan tiba-tiba itu mampu menepis kebohongan
yang dirancang oleh si Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang
bertujuan untuk membakar persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk
menyalakan api di tengah-tengah rumah sang Nabi saw.
Ketika
Nabi masih memiliki kekuatan yang menakutkan bagi yang mencuba melawannya, maka
mereka pun melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan salah satu yang menjadi
objek tipu daya itu adalah isteri beliau, yaitu Aisyah. Alkisah, Aisyah pada
suatu hari pergi untuk memenuhi hajatnya lalu dilehernya terdapat anting-anting.
Setelah ia memenuhi hajatnya, anting-anting itu terjatuh dari lehernya dan ia
tidak mengetahui. Ketika Aisyah kembali dari kafilah yang telah siap-siap untuk
pergi, ia kembali mencari kalungnya sampai ia menemukannya. Sementara itu
orang-orang yang membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah berada di
dalamnya. Mereka tidak ragu dalam hal itu kerana memang berat badan Aisyah
sangat ringan.
Pasukan
Nabi berjalan dan membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di dalamnya. Aisyah
kembali dan tidak mendapati pasukan di mana mereka telah pergi. Aisyah merasa
hairan atas kepergian pasukan yang begitu cepat. Aisyah merasa takut saat ia
berdiri sendirian di padang gurun. Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di
tempatnya di mana di situlah untanya duduk juga. Aisyah melipat-lipat pakaiannya
sambil berkata dalam dirinya: Mereka akan mengetahui bahawa aku tidak ada dan
kerana itu mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku.
Sementara itu, Sofwan bin Mu'athal juga tertinggal kerana
ia melakukan keperluannya. Ia berjalan dari arah yang jauh lalu ia melihat
bayangan orang yang tidak begitu jelas. Sofwan mendekat dan tiba-tiba ia
mengetahui bahawa ia sedang berdiri di hadapan Aisyah. Ia melihat Aisyah sebelum
diwajibkannya perintah memakai hijab (jilbab) atas isteri-isteri Nabi. Ketika
melihatnya, Sofwan berkata: "Sesungguhnya kita milik Allah SWT dan kepadanya
kita akan kembali,... isteri Rasulullah Aisyah tidak menjawab.
Sofwan
mundur dan mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan Anda
menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya pergi dan mencari
pasukan yang telah meninggalkannya. Sementara itu, pasukan Nabi sedang
beristirahat. Para sahabat mengira bahawa Aisyah masih berada dalam tandu.
Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang kepada mereka bersama Sofwan yang
menuntun untanya.
Tokoh
munafik Abdullah bin Ubai segera memanfaatkan kesempatan emas ini. Ia membuat
kisah bohong yang terkesan menuduh isteri Nabi melakukan pengkhianatan. Abdullah
bin Ubai pandai memilih beberapa sahabat yang dikenalinya sebagai orang-orang
yang mudah percaya dan cenderung membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah,
atau ia mengetahui bahawa di antara mereka dan Aisyah terdapat kedengkian
sehingga mereka suka jika tersebar kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah.
Demikianlah pemimpin munafik itu berhasil menjerat beberapa
sahabat dalam tali kebohongannya, di antaranya Hasan bin Sabit. Musthah, dan
seorang wanita yang dipanggil Hamnah binti Jahasv. yaitu saudara perempuan
Zainab binti Jahasy isteri Rasulullah saw. Ketiga orang itu tertipu dengan
kebohongan tersebut lalu mereka menyebarkannya sehingga orang-orang yang
terjerat dalam kebohongan itu mengatakan apa saja yang mereka inginkan.
Akhirnya. pasukan pun bergoncang dengan isu itu. Sementara itu, Aisyah tidak
mengetahui sedikit pun tentang hal tersebut. Isu tersebut bertujuan untuk
menjatuhkan Islam dan melukai perasaan Rasullullah saw dan itu termasuk
peperangan menentang Rasulullah saw dan ajaran yang dibawanya. Begitu juga ia
bertujuan menunjukkan bahawa kaum Muslim tidak konsekuen dengan akidah yang
mereka yakini dan secara tidak langsung ia juga menyerang kesucian rumah tangga
Aisyah.
Pasukan
kembali ke Mekah dan Aisyah jatuh sakit, namun ia tidak mengetahui isu-isu yang
dikatakan tentang dirinya. Kemudian Rasulullah saw mendengar hal itu sebagaimana
ayahnya Abu Bakar dan ibunya pun mendengarnya, namun tak seorang pun di antara.
mereka yang memberitahu Aisyah. Begitu juga Rasul saw tidak menceritakan
peristiwa itu di hadapan Aisyah. Namun sikap beliau berubah di mana beliau tidak
lagi menunjukkan perhatiannya seperti biasanya saat Aisyah sakit. Ketika beliau
menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ, beliau berkata: "Bagaimana
keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan kata-kata itu. Ketika Aisyah
melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai marah. Pada suatu hari ia berkata
pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan aku, nescaya aku akan pindah ke tempat
ibuku." Beliau menjawab: "Itu tidak ada masalah."
Aisyah
pun pindah ke tempat ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali apa yang
sebenarnya terjadi padanya. Setelah melalui lebih dari dua puluh malam, Aisyah
sembuh dari sakitnya dan ia pun belum mengetahui hal-hal yang dikatakan tentang
dirinya. Umul mu'minin Aisyah menceritakan bagaimana ia mengetahui isu bohong
tersebut dan bagaimana Allah SWT membebaskannya dari isu itu, ia berkata:
"Kami
adalah kaum Arab di mana kami tidak mengambil di rumah kami tanggung jawab ini
yang biasa di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami membencinya. Kami keluar untuk
menikmati keluasan kota. Sementara itu para wanita keluar pada setiap malam
untuk memenuhi hajat mereka. Pada suatu malam, aku keluar bersama Ummu Musthah
untuk memenuhi sebahagian keperluanku. Lalu ia berkata: "Tidakkah kau sudah
mendengar suatu berita wahai puteri Abu Bakar?" Aku bertanya, "berita apa itu?"
Lalu ia memberitahukan padaku apa-apa yang dikatakan oleh para penyebar
kebohongan. Aku berkata: "Apa ini memang benar?" Ia menjawab: "Demi Allah, ini
benar-benar terjadi." Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak mampu memenuhi
hajatku." lalu aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis sampai-sampai aku
mengira bahawa tangisanku akan merosak jantungku dan aku berkata kepada ibuku,
mudah-mudahan Allah SWT mengampunimu, banyak orang berbicara tentangku namun
engkau tidak menceritakan sedikit pun kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku,
sabarlah demi Allah jarang sekali wanita yang baik yang dicintai oleh seorang
lelaki yang jika ia memiliki isteri-isteri yang lain (madunya) kecuali wanita
itu akan diterpa oleh berbagai isu."
Aisyah
berkata: "Rasulullah saw berdiri dan menyampaikan pembicaraannya pada mereka dan
aku tidak mengetahui hal itu." Beliau memuji Allah SWT kemudian berkata: "Wahai
manusia, bagaimana keadaan kaum lelaki yang menyakiti aku melalui keluar gaku
dan mereka mengatakan sesuatu yang tidak benar. Demi Allah, aku tidak mengenal
mereka kecuali dalam kebaikan. Lalu mereka mengatakan hal itu pada seorang
lelaki yang aku tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak
memasuki suatu rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku."
Kemudian
Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid dan
bermusyawarah dengan keduanya. Usamah hanya melontarkan pujian dan berkata: "Ya
Rasulullah aku tidak mengenal isterimu kecuali dalam kebaikan dan berita ini
hanya kebohongan dan kebatilan," sedangkan Ali berkata: 'Ya Rasulullah masih
banyak wanita yang lain yang dapat kau percaya." Kemudian Rasulullah saw
memanggil Burairah dan bertanya kepadanya, lalu Ali berdiri kepadanya dan
memukulnya dengan keras sambil berkata: "Jujurlah kepada Rasulullah saw," lalu
wanita itu berkata: "Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali kebaikan. Aku
tidak pernah mencela Aisyah kecuali pada suatu waktu aku sedang membikin adunan
roti lalu aku memerintahkannya untuk menjaganya namun Aisyah tertidur dan
datanglah kambing lalu adunan itu dimakan olehnya."
Aisyah
berkata: "Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu aku bersama
kedua orang tuaku dan seorang wanita dari kaum Anshar. Aku menangis dan wanita
itu pun turut menangis. Rasulullah saw duduk lalu memuji Allah SWT dan berkata:
"Wahai Aisyah, sungguh kamu telah mendengar sendiri apa yang dikatakan
orang-orang tentang dirimu, maka bertakwalah kepada Allah SWT dan jika engkau
telah melakukan keburukan seperti yang diucapkan orang-orang itu, maka
bertaubatlah kepada Allah SWT kerana sesungguhnya Allah SWT menerima taubat dari
hamba-hamba-Nya." Aisyah berkata, "demi Allah, itu tidak lain hanya kebohongan
yang dialamatkan kepadaku sehingga membuat air mataku kering. Aku sama sekali
tidak seperti yang mereka katakan," lalu aku menunggu kedua orang tuaku untuk
mengatakan tentang diriku namun mereka justru terdiam. Aisyah berkata, "demi
Allah aku merasa sebagai seorang yang hina yang tidak layak diturunkan Al-Qur'an
dari Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku hanya berharap agar Nabi saw
melihat kebohongan yang dialamatkan kepadaku itu sehingga ia memastikan
terbebasnya aku darinya."
Aisyah
berkata: "Ketika aku tidak melihat kedua orang tuaku berbicara aku berkata
kepada mereka tidakkah kalian menjawab apa yang dikatakan Rasulullah saw?"
Mereka berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui apa yang harus kami jawab."
Aku mengetahui bahawa aku bebas dari tuduhan itu. Tiba-tiba Rasulullah saw
mengusap keringat dari wajahnya sambil berkata: "Bergembiralah wahai Aisyah
kerana sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan ayat yang membebaskan kamu dari
tuduhan itu," lalu aku berkata: "Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau
keluar menemui para sahabat dan membacakan kepada mereka ayat berikut ini:
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu
adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahawa berita bohong itu
buruk bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang
dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar
dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang besar. " (QS. an-Nur:
11)
Jibril
turun kepada Nabi saw untuk menyampaikan terbebasnya Aisyah dari segala tuduhan
yang ditujukan kepadanya. Dan gagallah peperangan psikologi menentang kaum
Muslim dan rumah tangga Rasulullah saw, dan kelompok-kelompok kafir meyakini
bahawa mereka harus menggunakan cara baru lagi untuk menentang Islam. Kemudian
Rasulullah saw kembali memasuki pergelutan menentang peperangan fizik.
Peperangan Khandaq termasuk contoh peperangan fizik yang dilakukan oleh
Rasulullah saw. Orang-orang Yahudi menyerahkan urusan mereka kepada kaum
musyrik, dan Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh-
tokoh Yahudi dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta- pendeta Yahudi
berfatwa bahawa agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan berhala lebih
baik daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya layak ditujukan kepada Tuhan
Yang Esa
sebagaimana tradisi jahiliah lebih
baik daripada ajaran Al-Qur'an.
Politik
kaum Yahudi berhasil menyatukan kelompok-kelompok orang kafir dan mengerahkannya
untuk menentang kaum Muslim. Kemudian mereka akan menyerang Madinah dengan
jumlah kekuatan sepuluh ribu tentera. Akhirnya, berita itu sampai ke Nabi saw.
Beliau tidak hairan ketika mendengar orang-orang Yahudi bersatu - padahal mereka
mempunyai asas agama yang menyeru kepada tauhid - bersama kaum musyrik menentang
agama tauhid. Nabi saw mengetahui bahawa perjanjian telah lama membelenggu
orang-orang Yahudi sehingga hati mereka menjadi keras dan hari telah menjauhkan
antara mereka dan sumber yang jernih yang dipancarkan oleh Musa. Akhirnya,
mereka menjadi buah yang rosak yang kulitnya bergambar tauhid namun isinya
bergambar kepahitan syirik. Dan yang lebih penting dari itu adalah kesamaan
kepentingan kaum Yahudi dan kaum musyrik.
Nabi saw
menyedari bahawa beliau sekarang menghadapi ancaman dan pasukan yang besar.
Pertempuran secara terbuka tidak memberi keuntungan bagi Muslimin. Beliau mulai
berfikir bagaimana cara mempertahankan Madinah tanpa harus keluar darinya. Kali
ini taktik militernya berubah di mana sebelum itu beliau keluar dari Madinah dan
menjauhinya serta menyerang kelompok-kelompok yang berencana menyerbu Madinah.
Kali ini bentuk ancaman berbeza dan tentu fikiran Nabi pun berubah kerana
mengikuti perbezaan ancaman itu.
Kemudian
beliau mengadakan pertemuan militer bersama para tenteranya. Beliau ingin
mendengar berbagai usulan tentang bagaimana cara mempertahankan Madinah. Lalu
Salman al-Farisi mengusulkan agar Nabi menggali suatu parit yang dalam di
sekeliling Madinah yaitu parit yang seperti bendungan alami yang dapat menahan
laju banjir yang ingin maju, suatu parit yang pasukan berkuda tidak akan mampu
melewatinya dan kaum Muslim dapat mempertahankan diri dari belakangnya. Mula-
mula usulan itu terkesan agak mustahil diwujudkan namun pada akhirnya Nabi
menyetujui usulan Salman itu. Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan,
beliau mengetahui bahawa situasi cukup genting dan kerananya ia menuntut usaha
keras untuk dapat melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sahabat untuk menggali
parit di sekitar Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan saat itu musim dingin
di mana udara sangat dingin. Di samping itu, kaum Muslim sedang mengalami krisis
ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun demikian, penggalian parti tetap
dilaksanakan, bahkan Rasulullah saw terjun langsung untuk membuat galian dan
memikul tanah.
Kaum
Muslim dengan semangat yang luar biasa dapat menyelesaikan penggalian parit itu
meskipun kehidupan sangat keras dan mereka merasakan kelaparan kerana kekurangan
harta. Namun semangat pasukan Islam tetap meninggi. Mereka percaya akan
datangnya kemenangan dan pertolongan dari Allah SWT.
Allah
SWT berfirman:
"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan
yang bersekutu itu, mereka berkata: 'lnilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya
kepada kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah
menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. al-Ahzab: 22)
Pasukan
Quraisy mulai mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah menjadi jazirah
cinta di tengah-tengah lautan kebencian, lautan itu mulai menghentam jazirah dan
berusaha menenggelamkannya dari dalam. Kemudian berteburanlah panah-panah kaum
Muslim untuk menghalau pasukan kafir yang cukup banyak. Pasukan kafir mulai
berputar-putar di sekeliling parit dalam keadaan bingung: apa gerangan yang
telah dilakukan pasukan Islam, bagaimana mereka dapat menggali parit ini?
Kuda-kuda musuh berusaha melalui parit itu namun pasukan
Muslim segera menyerangnya. Demikianlah peperangan Ahzab terus berlangsung. Pada
hakikatnya ia adalah peperangan urat saraf. Pasukan musuh mengepung Madinah
selama tiga minggu di mana serangan demi serangan terus dilakukan sepanjang
siang dan mata mereka tetap terjaga sepanjang malam. Bahkan saking dahsyatnya
pertempuran itu sehingga kaum Muslim tidak mengetahui apakah pasukan musuh
berhasil menduduki Madinah atau tidak, dan apakah para musuh berhasil menembus
lubang yang mereka bangun? Allah SWT menggambarkan keadaan peperangan Ahzab
dalam firman-Nya:
"(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari
bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak
sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam
persangkaan. Di situlah diuji orang- orang mukmin dan digoncangkan hatinya
dengan goncangan yang dahsyat." (QS. al-Ahzab: 10-11)
Keadaan
semakin buruk di mana orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian mereka dengan
kaum Muslim dan mereka bergabung dengan al-Ahzab. Demikianlah Bani Quraizhah
membatalkan perjanjiannya dan mereka lupa terhadap pengkhianatan bani Nadhir dan
pembalasan Nabi saw terhadap mereka. Setiap hari keadaan semakin buruk.
Kaum
Muslim benar-benar mengalami ujian yang berat di mana fikiran mereka benar-benar
kacau. Ketika keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim bertanya kepada Rasul saw,
"apa yang harus mereka katakan?" Rasulullah saw memberitahu agar mereka
mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami untuk mengatasi
mereka."
Doa
tersebut keluar dari mulut-mulut kaum yang telah melaksanakan kewajipan mereka
dan telah membuat mukjizat mereka dalam menghalau serangan. Jadi, mereka tidak
memiliki apa-apa selain doa dan Allah SWT lah Yang Maha Mendengar permintaan
hamba-Nya dan Dia yang mengabulkannya. Dia mengetahui orang yang melaksanakan
kewajipannya dan akan mengabulkan orang yang berdoa.
Akhirnya, kaum Muslim benar-benar mendapatkan rahmat Allah
SWT. Kemudian perjalanan pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa
difahami. Para penyerang menyedari bahawa mereka sebenarnya telah kalah di mana
mereka telah menyerang selama tiga pekan namun serangan tersebut tidak
memberikan hasil apa pun. Mereka telah mencurahkan berbagai upaya namun tanpa
memberikan hasil yang diharapkan dan boleh jadi mereka akan tetap begini selama
tiga tahun.
Kemudian
datanglah suatu malam di mana kaum Muslim belum pernah melihat malam segelap itu
dan angin sekencang itu, bahkan saking kerasnya angin sampai-sampai suaranya
laksana halilintar. Bahkan saking gelapnya malam itu sehingga tak seorang pun di
antara umat Islam yang mampu melihat jari-jari tangannya atau berdiri dari
tempatnya kerana saking dinginnya cuaca. Kemudian Nabi saw datang menemui
Hudaifah bin Yaman. Beliau tidak mampu melihatnya meskipun beliau berdiri di
sebelahnya. Nabi saw bertanya: "Siapa ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah
Hudaifah." Nabi saw berkata: "Oh, kamu Hudaifah." Hudaifah tetap tinggal di
tempatnya kerana ia khawatir jika ia berdiri ia akan tidak mampu kerana saking
dinginnya dan akan menabrak Rasul saw. Rasul saw berkata kepada Hudaifah, "Aku
kehilangan berita penting tentang keadaan kaum yang menyerang kita."
Hudaifah
sebagai mata-mata dari pasukan Islam merasakan ketakutan di mana ia tidak mampu
menahan cuaca yang begitu dingin, lalu bagaimana ia dapat berdiri dan keluar
dari Madinah menuju ke tempat pasukan musuh dan menyusup di tengah barisan
mereka lalu kembali kepada Nabi saw dengan membawa berita tentang mereka.
Hudaifah bangkit dari tempatnya ketika Nabi saw selesai dari pembicaraannya.
Nabi saw memberikan doa kebaikan kepadanya. Hudaifah pun pergi dan kehangatan
keimanannya mengalahkan kegelapan malam dan kedinginan cuaca. Ia keluar dari
Madinah dan menyusup di tengah-tengah pasukan musuh. Nabi saw memerintahkannya
untuk tidak melakukan tindakan apa pun selain mendapatkan berita dan kembali.
Inilah tugas utamanya. Hudaifah sampai di tengah-tengah musuh. Mereka berusaha
menyalakan api namun angin segera mematikannya sebelum menyala dan di dekat api
itu terdapat seorang lelaki yang berdiri sambil menghulurkan tangannya ke arah
api dengan maksud untuk menghangatkannya. Lelaki itu adalah pemimpin kaum
musyrik yaitu Abu Sofyan.
Melihat
itu, Hudaifah segera memasang anak panah pada busur yang dibawanya dan ia ingin
memanahnya. Seandainya ia berhasil membunuhnya, maka kaum Muslim dapat merasa
tenang dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah saw kepadanya agar ia tidak
melakukan tindakan apa pun. Kemudian ia kembali meletakkan anak panahnya dan
menyembunyikannya.
Abu
Sofyan berkata: "Wahai orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak menguntungkan
bagi kalian, maka pergilah kalian kerana aku pun akan pergi." Abu Sofyan
melompat ke atas untanya lalu mendudukinya dan memukulnya sehingga unta itu
bangkit.
Hudaifah
kembali menemui Rasulullah saw dengan membawa berita mundurnya pasukan Ahzab dan
gagalnya serangan mereka. Ketika mendengar peristiwa penarikan mundur pasukan
musuh, Rasulullah saw berkata: "Sekarang kita akan menyerang mereka dan mereka
tidak akan menyerang kita." Belum lama pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan
tangan hampa sehingga beliau keluar dari Madinah bersama pasukannya menuju ke
kaum Yahudi Bani Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati perjanjian
mereka bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting. Oleh kerana
itu, mereka harus membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang.
Nabi saw
memerintahkan agar para sahabat tidak melaksanakan solat Ashar kecuali di Bani
Quraizhah. Kaum Muslim memahami bahawa perintah tersebut bererti mereka akan
menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari tenggelam.
Orang-orang Yahudi menelan kekalahan pahit lalu mereka
datang kepada Sa'ad bin Mu'ad agar ia memutuskan perkara mereka. Sa'ad adalah
pemimpin kaum Aus dan kaum Aus adalah sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di
masa jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahawa mereka dapat memanfaatkan hubungan
yang terjalin selama ini sebagaimana kaum Aus membayangkan bahawa tokoh mereka
akan memberikan keringanan terhadap sekutu-sekutu mereka. Sa'ad ketika itu
terluka dan ia sedang dirawat di khemahnya kerana terkena panah kauni Ahzab.
Sebahagian kaumnya membujuknya agar ia bersikap baik terhadap orang- orang
Yahudi, sekutu-sekutu mereka, dan orang-orang
Yahudi
membujuknya agar ia bersikap lembut terhadap mereka. Kemudian Sa'ad mengatakan
penyataannya yang terkenal: "Telah tiba waktunya bagi Sa'ad untuk memutuskan
hukum sesuai dengan kehendak Allah tanpa peduli dengan celaan para pencela."
Sa'ad memutuskan agar kaum lelaki dibunuh dan keturunannya ditawan serta
harta-harta mereka dibagi-bagikan. Nabi pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad
itu. Beliau berkata kepadanya: "Sungguh engkau telah memutuskan kepada mereka
dengan keputusan Allah SWT dari tujuh langit."
Sa'ad
mengetahui bahawa perantaraan, permohonan, harapan, dan menjaga berbagai
pertimbangan lazim selayaknya berada di suatu genggaman, dan masa depan Islam
berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani Quraizhah adalah penyebab
berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan berbagai tipu daya mereka
berusaha untuk memblokade Islam dan menghancurkannya. Oleh kerana itu, kini
telah tiba saatnya untuk mencabut pohon-pohon beracun dari akarnya tanpa
memperdulikan kasih sayang.
Demikianlah kaum Yahudi dibersihkan dari Madinah. Nabi saw
kembali melanjutkan pergelutannya. Puncak dari perjuangan politiknya adalah
perjanjian yang beliau lakukan bersama orang-orang Quraisy. Nabi saw berjalan
untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau keluar bersama
seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah ke Baitul Haram
guna melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai di Hudaibiyah pinggiran kota
Mekah, tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi duduk dan ia tidak mahu melangkah
menuju Mekah. Melihat itu para sahabat berkata: "Oh unta itu malas." Nabi saw
berkata: "Tidak Demikian namun ia ditahan oleh Zat yang menahan laju gajah
menuju Mekah. Sungguh jika hari ini orang Quraisy membuat suatu rencana dan
mereka meminta agar aku menyambung tali silaturahmi nescaya aku akan
menyetujuinya."
Nabi saw
memerintahkan para sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum Muslim
beristirahat di sana dengan harapan mereka dapat memasuki Mekah di waktu pagi.
Peristiwa itu bertepatan dengan bulan Haram. Mekah telah menetapkan agar tak
seorang pun dari kaum Muslim dapat memasukinya. Semua kaum Quraisy telah keluar
untuk memerangi kaum Muslim. Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu
beliau memberitahu mereka bahawa beliau tidak datang untuk berperang namun
beliau ingin melakukan umrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada Allah SWT
dan mengagumkan kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah menetapkan untuk melakukan
perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan agar jangan sampai
kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada tahun ini kecuali setelah mereka kembali
pada tahun depan.
Datanglah juru runding kaum Quraisy lalu Rasul saw
menyambutnya dan mendengarkan ia menyampaikan syarat-syarat perjanjian yang
intinya pelaksanaan perdamaian dan penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw
menyetujui semua syarat-syarat perjanjian meskipun tampak bahawa perjanjian
tersebut tidak menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap sebagai titik
kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan yang menambah kebingungan kaum
Muslim adalah bahawa Rasul saw tidak melibatkan seseorang pun dari kalangan
sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal ini. Tidak biasanya beliau bersikap
demikian. Para sahabat menyaksikan beliau pergi menemui kaum musyrik dan
bersikap sangat lembut kepada mereka, dan beliau tidak kembali kecuali membawa
berita persetujuan dengan perjanjian yang ditandatangani orang-orang musyrik,
dan beliau pun membubuhkan tanda tangan di atasnya.
Para
sahabat bergerak untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada beliau,
"bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum Muslim? Bukankah
musuh-musuh kita kaum musyrik?" Nabi saw hanya mengiyakan pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Umar bin Khatab kembali bertanya: "Mengapa kita harus menerima
penghinaan dalam agama kita?" Umar ingin mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita
saat ini, "mengapa kita harus mundur kalau kita berada di atas kebenaran?
Mengapa kita menerima syarat-syarat perjanjian yang justru menguntungkan kaum
musyrik? Apakah kita takut terhadap mereka?"
Mendengar berbagai protes yang disampaikan para sahabatnya,
Rasul saw justru menyampaikan jawapan yang unik bagi mereka di mana beliau
berkata: "Aku adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak mungkin
menentang perintah-Nya dan Dia tidak mungkin akan menyia- nyiakan aku." Makna
dari kalimat beliau adalah, "taatilah apa yang telah aku lakukan tanpa perlu
memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar."
Perjalanan hari menetapkan bahawa perjanjian yang
menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah sahabat itu justru membawa
kemenangan politik paling gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam.
Kemenangan tersebut diperoleh sebagai hasil dari kebijaksanaan sang Nabi saw
yang mengalahkan kelihaian politik kaum Quraisy. Kaum Quraisy telah memfokuskan
semua kelihaian-nya agar kaum Muslim kembali ke tempat mereka tanpa memasuki
Masjidil Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi saw justru mampu mencapai
pengelihatan yang tidak dapat dijangkau oleh kaum itu yang berkenaan dengan masa
depan. Jika saat ini perjanjian tersebut tampak membawa kekalahan bagi kaum
Muslim, maka setelah berlangsung beberapa bulan ia justru mendatangkan
kemenangan yang spektakuler.
Suhail
bin Amr adalah wakil dari delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi Thalib adalah
juru tulis dalam perjanjian itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah saw berkata
kepada Ali: "Tulislah dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."
Utusan Quraisy berkata, aku tidak mengenal ini. Tapi tulislah dengan nama-Mu, ya
Allah. Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap
keras kepala utusan Quraisy itu tidak bererti sama sekali kerana tidak ada
perbezaan yang mencolok antara dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara.
Nabi saw
berkata kepada Ali: "Ini adalah perundingan antara Muhammad saw utusan Allah dan
Suhail bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang Suhail bin Amr berkata:
"Seandainya aku bersaksi bahawa engkau adalah utusan Allah nescaya aku tidak
akan memerangimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu." Nabi berkata kepada
Ali tulislah: "Inilah kesepakatan antara Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin
Amr."
Tampaknya itu adalah kemunduran yang kedua dan dengan
pandangan yang sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin
mewujudkan suatu tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum terungkap saat itu.
Alhasil, semuanya terjadi dengan ilham dari Allah SWT. Ali kembali menulis
bahawa Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama sepakat untuk
menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah masing-masing
mereka memberikan keamanan terhadap sesama mereka. Namun jika terdapat di antara
orang-orang Quraisy seseorang yang masuk Islam lalu ia datang kepada Muhammad
saw tanpa izin walinya hendaklah kaum Muslim mengembalikannya kepada kaum
Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang yang murtad dari sahabat Muhammad saw, maka
tidak ada keharusan bagi orang Quraisy untuk mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat
tersebut sangat menyakitkan kaum Muslim. Tampak bahawa orang-orang Quraisy
memaksakan kehendaknya dalam syarat-syarat perjanjian yang tidak adil itu. Ali
melanjutkan tulisannya, hendaklah Nabi saw pulang dari Mekah pada tahun ini dan
tidak memasukinya dan jika pada tahun depan orang-orang Quraisy keluar darinya,
maka beliau dapat memasukinya untuk melaksanakan umrah selama tiga hari dan
setelah itu beliau harus meninggalkannya. Pensyaratan tersebut sangat merugikan
kaum Muslim dan terkesan membingungkan.
Di
tengah-tengah perjanjian tersebut terjadi suatu peristiwa yang menambah
penderitaan dan kebingungan Muslimin di mana anak dari juru runding Quraisy
meminta perlindungan kepada kaum Muslim. Ia masuk Islam dan ingin bergabung
dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail segera bangkit menyusulnya bahkan
memukulnya dan mengembalikannya kepada kaumnya. Orang Mukalaf itu segera
berteriak dan meminta pertolongan kepada kaum Muslim agar mereka
menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy sehingga mereka tidak mengubah
agamanya. Rasulullah saw berbicara
kepadanya dan meminta kepadanya untuk bersabar dan tegar dalam menanggung
penderitaan kerana Allah SWT akan menjadikannya dan orang-orang yang sepertinya
suatu jalan keluar dan kelapangan.
Nabi
memahamkannya bahawa beliau telah mengadakan suatu perjanjian dengan kaum
Quraisy dan bahawa kaum Muslim tidak mungkin melanggar perjanjian mereka.
Akhirnya, anak Muslim itu dikembalikan ke Mekah dalam
keadaan terseksa. Kemudian Selesailah penandatanganan perjanjian antara pihak
kaum Muslim dan pihak kaum musyrik. Setelah penandatanganan perjanjian itu,
Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya agar mereka memotong haiwan korban
dan mencukur rambut mereka (tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke Madinah.
Namun tak seorang pun bangkit menyambut perintah tersebut, lalu beliau
mengulangi perintahnya ketiga kali. Di tengah-tengah kaum Muslim yang tampak
membisu kerana ketegangan dan kesedihan, beliau menyembelih unta dan memanggil
tukang cukurnya untuk mencukur rambutnya dan beliau tidak berbicara dengan
seorang pun. Ketika para sahabat mengetahui bahawa Nabi saw tampak marah dan
telah mendahului mereka dengan tahalul dari umrahnya, maka mereka bangkit untuk
menyembelih korban dan memotong rambut mereka.
Perjalanan hari menunjukkan bahawa perundingan tersebut
tidak seperti yang dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan
dan bukan kekalahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak
mereka menandatangani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan
kaum kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap Islam, maka ketika tersebar
berita perjanjian mereka bersama kaum Muslim, maka padamlah fitnah-fitnah kaum
munafik yang bekerja untuk mereka dan bercerai-berailah kabilah-kabilah
penyembah patung di penjuru jazirah.
Saat
aktiviti kaum Quraisy terhenti, maka kaum Muslim mengalami peningkatan aktiviti
di mana mereka berhasil menarik orang-orang yang masih memiliki kemampuan untuk
melihat kebenaran. Sejak dua tahun dari masa penandatanganan perjanjian itu
jumlah penganut Islam semakin bertambah lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari
itu adalah, bahawa saat Rasul saw keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan
seribu empat ratus Muslim namun ketika beliau keluar pada tahun penaklukan kota
Mekah beliau disertai dengan sepuluh ribu Muslim.
Penaklukan kota Mekah terjadi setelah dua tahun dari
perundingan tersebut. Penambahan jumlah kaum Muslim yang luar biasa ini adalah
dikeranakan hikmah sang Nabi saw dan kejauhan pandangannya. Nabi saw keluar
sebagai pemenang dalam pergelutan politiknya, dan syarat-syarat yang tadinya
merugikan kaum Muslim kini telah berubah menjadi syarat- syarat yang merugikan
kaum Quraisy. Barang siapa murtad dari kaum Muslim dan pergi ke kaum Quraisy,
maka hendaklah mereka melindunginya kerana Allah SWT telah memampukan Islam
darinya, dan barang siapa yang masuk Islam dari kaum kafir dan pergi ke kaum
Muslim, maka hendaklah mereka mengembalikannya ke kaum Quraisy di mana ia
tinggal di dalamnya sebagai mata-mata dari pihak Islam atau ia dapat lari dari
kaum Quraisy untuk menyatukan kelompok yang bertikai dan ia dapat hidup laksana
duri di tengah-tengah kaum Quraisy.
Belum
lama waktu berjalan sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya kepada Nabi saw dan
mengharap kepada beliau agar melindungi orang Quraisy yang masuk Islam daripada
membiarkan mereka sebagai panah yang terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah
kaum Quraisy justru membatalkan syarat yang telah mereka diktekan dan Nabi saw
pun menerimanya dengan puas. Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi saw.
Demikianlah Nabi saw terus menjalani mata rantai pergelutan
yang tiada henti-hentinya di mana kehidupan beliau yang peribadi sekali pun
tidak sunyi dari penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan orang isteri.
Perkahwinan beliau dengan sembilan isteri tersebut merupakan keistimewaan
peribadi yang hanya beliau miliki kerana berhubungan dengan sebab-sebab dakwah
Islam. Yaitu suatu dakwah yang membolehkan para pengikutnya untuk menikahi empat
orang isteri dengan syarat jika yang bersangkutan mampu menciptakan keadilan di
antara mereka, dan ia menganjurkan untuk hanya puas dengan satu isteri jika
seorang Muslim khawatir tidak dapat berbuat adil.
Kaum
orientalis dan musuh-musuh Islam mencuba untuk menghina Nabi dan memujukkannya,
dan salah satu cela yang mereka manfaatkan adalah perkahwinan beliau dengan
sembilan wanita. Kita mengetahui bahawa pernikahan-pernikahan beliau terlaksana
dengan sebab-sebab politik atau kemanusiaan yang berhubungan dengan dakwah
Islam. Dan yang terkenal dari sejarah Nabi saw adalah bahawa beliau menikah
dengan Sayidah Khadijah saat beliau berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah
berusia empat puluh tahun. Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi isteri
yang lain sampai Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah
meninggal, Nabi berusia di atas lima puluh tahun. Beliau menikahi Khadijah
sebelum beliau diutus untuk menyebarkan Islam. Beliau tetap setia bersama
Khadijah sampai ia meninggal dan beliau diangkat menjadi Nabi. Namun beban
kenabian dan beratnya jihad, kasih sayangnya kepada manusia, pengorbanannya
terhadap Islam dan perintah Allah SWT semua itu memaksanya untuk menikah lebih
dari satu orang isteri sampai mencapai sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau
dengan Aisyah yang saat itu masih belia merupakan usaha untuk menjalin ikatan
dengan Abu Bakar, ayah dari Aisyah dan perkahwinan beliau dengan Hafshah
meskipun ia sedikit kurang cantik merupakan usaha beliau untuk menjalin ikatan
dengan Umar, ayahnya. Beliau juga menikah dengan Ummu Salamah, janda dari
pemimpin pasukannya yang mati syahid di jalan Allah SWT dan wanita itu merasakan
penderitaan bersama beliau saat hijrah di Habasyah dan hijrah ke Madinah. Ketika
suaminya meninggal dan ia sendirian menghadapi berbagai persoalan kehidupan,
maka Nabi saw segera merangkulnya di rumah kenabian. Perkahwinan beliau dengan
Sawadah sebagai bentuk penghormatan terhadap keislaman wanita itu dan
kemuliaannya dari kaum lelaki serta kesendiriannya dalam menjalani kehidupan.
Sementara itu, pernikahan beliau dengan Zainab bin Jahasy
merupakan ujian berat bagi beliau di mana perintah pernikahan itu datang dari
Allah SWT untuk mengharamkan suatu tradisi yang terkenal di kalangan jahiliah
yaitu tradisi adopsi. Zainab termasuk kerabat Rasul. Jadi ia termasuk dari
kalangan bani Hasyim. Ia merasa bangga dengan nasab yang dimilikinya yang
kerananya ia menolak ketika ditawari untuk menikah dengan Zaid bin Harisah,
seorang budak Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan nasabnya telah beliau
nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah mengadopsinya sehingga ia dipanggil
dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun Zainab akhirnya menyetujui pendapat Nabi
dan perintah Allah SWT sehingga ia menikah dengan Zaid:
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak
pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka.
Dan barang siapa menderhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat
dengan kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36)
Sejak
semula tampak jelas bahawa pernikahan tersebut akan segera berakhir. Zainab
tidak menyukai Zaid dan Zaid pun bukan jenis lelaki yang mampu menahan kehidupan
bersama seorang wanita yang hatinya jauh darinya. Zaid datang kepada Nabi saw
guna mengadu kepada beliau dan meminta izin untuk menceraikan isterinya. Allah
SWT mewahyukan kepada Rasul-Nya agar membiarkan Zaid menceraikan isterinya, lalu
hendaklah beliau menikahinya. Nabi saw merasakan kesulitan yang luar biasa dan
beliau berbicara kepada Zaid agar ia terus melangsungkan kehidupannya dan
bersabar. Nabi saw membayangkan apa yang dikatakan manusia kepadanya bahawa ia
menikahi isteri dari anaknya tetapi apa yang dikhuatirkan oleh Nabi saw justru
merupakan sesuatu yang ingin dihapus oleh Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya dan
dalam Islam tidak ada sistem adopsi. Oleh kerana itu, Zaid dapat mencerai
isterinya lalu Nabi dapat menikahi Zainab untuk menetapkan apa yang diinginkan
oleh Islam. Rasulullah saw mampu bersabar dan menahan diri saat mendengar
berbagai ocehan yang akan dikatakan oleh manusia kepadanya. Ini bukanlah
pengorbanan pertama dan terakhir yang beliau persembahkan untuk Islam. Berkenaan
dengan itu, Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang
Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat
kepadanya: 'Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah,' sedang kamu
menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut
kepada manusia, sedang Allah- lah yang lebih berhak kamu takuti. Maka tatkala
Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami
nikahkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang- orang mukmin
untuk (menikahi) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat
itu telah menyelesaikan keperluannya dari isterinya. Dan adalah ketetapan Allah
itu pasti terjadi. " (QS.
al-Ahzab:
37)
Pernikahan beliau dipenuhi dengan unsur politik dan usaha
untuk menyebarkan kebaikan dan rahmat serta penghormatan nilai-nilai yang tinggi
dan menggabungkannya di rumah kenabian. Sementara itu, Ummu Habibah binti Abu
Sofyan bin Harb, pemimpin Quraisy dalam memerangi Islam, berhijrah bersama
suaminya ke Habasyah.
Ia
berhadapan dengan keterasingan dan kekhuatiran dalam membela agama Allah SWT.
Kemudian suaminya mati meninggalkannya sendirian dalam menjalani kehidupan.
Sikapnya yang mulia demi menegakkan ajaran Islam dan hanya menentang ayahnya
merupakan nilai lebih yang menyebabkan Rasulullah saw tertarik untuk
menggabungkannya di rumah kenabian.
Pada
suatu hari, Abu Sofyan menemuinya saat ia telah menjadi isteri Rasulullah saw.
Abu Sofyan ingin duduk di atas tempat tidur Nabi lalu Ummu Habibah berusaha
menjauhkan tempat tidur itu dari ayahnya. Melihat sikap anaknya itu, ayahnya
bertanya kepadanya: "Apakah engkau mulai membenciku?" Dengan penuh keberanian ia
menjawab: "Ini adalah tempat tidur Rasulullah saw dan engkau adalah seorang
musyrik, maka engkau tidak boleh menyentuhnya."
Adapun
Shofiyah binti Huyay adalah anak seorang raja Yahudi. Sedangkan Juwairiyah binti
Haris, ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani Musthaliq. Bani Musthaliq menelan
kekalahan saat berhadapan dengan kaum muslim lalu kedua anak perempuan raja dan
pemimpin kabilah itu jatuh menjadi tawanan. Pernikahan Nabi dengan kedua wanita
itu terkesan dipaksa oleh orang-orang yang kalah itu dan sebagai ajakan agar
kaum Muslim memperlakukan mereka dengan baik. Mula-mula kaum Muslim menolak
untuk bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan kelembutan
sikapnya ingin menyingkap aspek kemanusiaan dalam peperangannya dan beliau
mengisyaratkan kepada kaum Muslim agar mereka menunjukkan persaudaraan sesama
manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai tujuan namun ia sebagai usaha
mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari Islam adalah rahmat dan cinta.
Jadi
Nabi saw menikahi wanita-wanita dari orang-orang yang kalah itu dengan maksud
agar kebebasan dan kemuliaan kembali kepada keluarga mereka dan mereka dapat
masuk Islam secara puas dan sukarela. Kemudian beliau menikah dengan Maryam
al-Qibtiyah. Muqauqis telah memberikannya kepada Nabi sebagai budak di mana itu
merupakan simbol tali kasih yang diisyaratkan oleh Al-Qur'an antara Islam dan
Masihi dan sebagai bentuk hukum bagi kaum Muslim dengan dihalalkannya pernikahan
dengan wanita-wanita ahlul kitab.
Maryam
memberikan anak kepada Nabi saw yang bernama Ibrahim, nama dari datuknya, bapak
para nabi. Namun Ibrahim tidak hidup lama. Ia meninggal saat masih menyusu.
Kematiannya merupakan ujian bagi Nabi dan sebagai isyarat dari Ilahi bahawa
pewaris-pewaris Rasul dari kaum lelaki adalah para pengikut Al-Qur'an dan para
pembawa Islam, bukan anak-anak dari sulbinya.
Salah
jika ada orang yang membayangkan bahawa Rasul saw mempunyai banyak waktu untuk
mencari kesenangan meskipun halal. Kesenangan diperbolehkan bagi orang lain
namun beliau lebih memilih untuk merasakan penderitaan berjihad, menegakkan
hukum, dan kesabaran. Salah jika ada orang yang membayangkan bahawa Rasul saw
hidup di rumahnya dengan keadaan ekonomi yang lebih baik daripada orang yang
termiskin dari kalangan Muslim di zamannya.
Kehidupan beliau di rumahnya penuh dengan kezuhudan yang
luar biasa sehingga sebahagian isterinya mengeluhkan keadaan tersebut. Di antara
mereka ada yang berasal dari keluarga yang kaya seperti keluarga Abu Bakar atau
keluarga Umar bahkan sebahagian isterinya bersatu untuk meminta kepada beliau
agar beliau menambah nafkah mereka sehingga Nabi meninggalkan isteri-isterinya,
lalu tersebarlah isu yang menyatakan bahawa beliau telah menceraikan semua
isterinya. Kemudian turunlah ayat Takhyir (yaitu ayat yang memberikan pilihan
kepada isteri-isteri Nabi untuk tetap menjadi isteri beliau atau diceraikannya).
Turunlah Al- Qur'an al-Karim memberikan pilihan pada isteri-isteri Nabi antara
menjalani kehidupan di rumah kenabian dengan penuh kesederhanaan atau menerima
perceraian. Allah SWT berfirman:
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: 'Jika kamu
sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya
kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika
kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di
negeri akhirat, maka Sesungguhnya Allah menyediakan siapa yang berbuat baik di
antaramu pahala yang besar. " (QS. al-Ahzab: 28-29)
Selesailah fitnah. Demikianlah pergelutan di rumah Rasul
saw. Akhirnya, isteri-isteri beliau memilih kehidupan zuhud dan bersabar serta
akhirat daripada kehidupan dunia. Permintaan isteri-isteri nabi tidak melebihi
hal-hal yang bersifat mubah, namun Rasul saw merupakan teladan bagi seluruh
umat, kerana itu beliau harus menjadi teladan bagi umat sehingga beliau dapat
menjadi cermin tertinggi yang layak di emban oleh seorang yang memegang tampuk
kepemimpinan Muslimin. Allah SWT telah membalas pengorbanan isteri-isteri Nabi
saw dalam bentuk mengangkat kedudukan mereka dan menjadikan mereka sebagai ibu
dari kaum mukmin. Allah SWT berfirman:
"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin
dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka." (QS. al-
Ahzab: 6)
Dan,
sebagai penegasan terhadap keibuan spirituil ini, Islam mewajibkan hijab yang
teliti kepada mereka, yaitu suatu hijab yang tidak diperlakukan seperti itu
kepada Muslimah-Muslimah lain. Nabi saw melanjutkan dakwahnya. Beliau mengirim
surat ke raja-raja dan para penguasa di mana beliau ingin menunjukkan
universalitas ajaran Islam. Nabi saw mengajak Kaisar Romawi untuk mengikuti
Islam, lalu beliau mengirim utusan ke Amir Damaskus mengajaknya untuk memeluk
Islam, dan beliau mengutus utusan ke Amir Basrah bahagian dari wilayah Romawi
dan mengajaknya untuk mengikuti Islam, dan beliau juga mengirim surat ke
penguasa Qibti dan mengajaknya untuk masuk Islam, dan beliau juga menulis surat
ke Kisra, Raja Persia dan mengajaknya untuk mengikuti Islam. Beliau juga
mengirim utusan ke Amir Bahrain dan mengajaknya untuk mengikuti Islam.
Lalu
berbagai reaksi disampaikan berkenaan dengan surat-surat Nabi itu. Di antara
mereka ada yang berusaha menyampaikan kepada pembawa surat bahawa ia masuk Islam
dan mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara mereka ada yang merobek-robek
surat itu dan di antara mereka ada yang membalas surat itu dengan jawapan yang
baik, dan di antara mereka ada yang menerima kebenaran. Demikianlah hari berlalu
dalam pergelutan yang tidak pernah padam, suatu pergelutan yang dipimpin oleh
Nabi sehingga beliau menaklukkan Mekah dan menyucikan jazirah Arab. Akhirnya,
manusia masuk dalam agama Allah SWT dalam keadaan berbondong-bondong, dan Allah
SWT menyempurnakan agama bagi kaum Muslim dan Nabi saw melaksanakan haji wada'
(haji yang terakhir) dan turunlah kepada beliau wahyu di Arafah sebagaimana
firman-Nya:
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)
Ayat
tersebut dibacakan kepada Abu Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT merasa
bahawa telah tiba waktunya untuk mengakhiri misi Rasul- Nya. Aisyah berkata
kepada anak-anak yang berteriak dan bermain-main di luar rumah: "Diamlah kalian
kerana Rasulullah saw sedang sakit." Anak- anak itu pun terdiam dan mereka
merasakan ketakutan yang luar biasa. Pada hari-hari terakhir, Rasulullah saw
tidak lagi bercanda dengan mereka sebagaimana yang biasa beliau lakukan.
Mereka
memperhatikan bahawa kepucatan yang aneh menyelimuti Nabi saw yang biasanya
wajah beliau dipenuhi dengan senyuman hingga wajahnya laksana lempengan emas.
Nabi saw yang terakhir masuk dalam rumahnya dan hampir saja beliau tidak kuat
menahan langkah kedua kakinya. Beliau memasuki rumahnya dan bersandar kepada
tangan Fadl bin Abbas dan Ali bin Abu Thalib. Beliau merasakan keletihan dan
kesakitan. Kemudian Aisyah menidurkan beliau di atas ranjangnya yang kasar dan
Aisyah meletakkan tangannya di atas kening beliau. Kepala beliau tampak panas
kerana saking hebatnya demam. Aisyah berkata dalam keadaan kedua matanya
mengucurkan air mata, "demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah apakah engkau
merasakan sakit?" Nabi saw tersenyum untuk menenangkan Aisyah lalu beliau
tertidur. Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw berbagai gambar hidup:
Jibril turun kepada beliau dengan membawa wahyu di gua Hira. Beliau telah
melewati waktu yang diberkati selama dua puluh tiga tahun, yang sekarang tampak
seperti mimpi. Bahkan empat puluh tahun yang mendahuluinya tampak seperti gambar
yang hanya dilukis sesaat.
Segala
sesuatu menjadi mudah bagi Allah SWT dan Rasulullah saw telah berhasil melalui
berbagai penderitaan dengan penuh kesabaran, bahkan beliau tidak pernah mengeluh
sekali pun. Beliau mengajarkan akidah kepada para pengikutnya dengan penuh
kemantapan. Akhirnya, Islam menjadi mulia dan benderanya semakin berkibar.
Kemudian beliau bangun kerana melihat tangisan yang tersembunyi dari Aisyah.
Beliau membuka kedua matanya dan melihat wajah Aisyah sambil beliau sendiri
berusaha melawan rasa pusing, demam, dan sakit yang dirasakannya. Beliau kembali
tersenyum untuk menenangkan Aisyah dan beliau kembali memejamkan matanya dan
tidak sedarkan diri. Apa gerangan yang menyebabkan Aisyah menangis? Tidakkah
Allah SWT memahkotai jihad Nabi saw yang berat dengan penaklukan Mekah dan
penyucian Baitul Haram?
Berbagai
gambar hidup dan aktual melayang-layang dalam memori Nabi saw. Beliau mengingat
bagaimana tindakan orang Quraisy ketika membantalkan perjanjian Hudaibiyah dan
mereka memerangi Khaza'ah yang saat itu bersekutu dengan kaum Muslim dan
akhirnya mereka membunuh semua sekutu kaum Muslim di Baitul Haram. Kemudian
beliau berjalan bersama pasukan yang berjumlah sepuluh ribu di mana semua
pasukan telah siap, dan tentera Muslim turun dari gunung Mekah laksana air bah
yang tidak berhenti sedikit pun. Telah lewatlah masa para pembawa tombak, panah,
dan pedang; telah lewatlah masa di mana Rasulullah saw memimpin pasukan yang di
dalamnya terdapat kaum Muhajirin dan Anshar. Di tengah-tengah pasukan besar
tersebut yang berhasil menaklukkan Mekah, Nabi saw menunggangi untanya dan
beliau menundukkan kepalanya dengan penuh rendah diri di hadapan Allah SWT
sampai-sampai kepalanya hampir menyentuh punggung unta yang dinaiki. Pintu Mekah
terbuka untuk pasukan ini.
Para
pemimpin Mekah dan pengikut-pengikut mereka menyerahkan diri. Kalimat Allah SWT
semakin meninggi di dalamnya. Nabi saw memasuki Baitul Haram lalu beliau
berkeliling di sekitar Ka'bah. Beliau menghancurkan berbagai patung yang
berbaris di sekitarnya, lalu beliau memukulnya dengan kapaknya. Kemudian
patung-patung itu berjatuhan dan hancur. Setelah beliau membersihkan masjid dari
berbagai patung dan mengembalikannya sebagaimana yang diciptakan oleh Allah SWT
sebagai rumah tauhid yang mutlak, beliau menoleh kepada orang Quraisy dan
memaafkan mereka dan mengajak mereka untuk kembali ke jalan Allah SWT. Kemudian
tibalah waktu solat, lalu Bilal naik di atas punggung Ka'bah dan mengumandangkan
Azan. Penduduk Mekah mendengarkan panggilan baru ini di mana gemanya
berputar-putar di antara gunung:
"Allah
Maha Besar. Aku bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah. Aku bersaksi bahawa
Muhammad utusan Allah. Marilah melaksanakan solat. Marilah menuju keberuntungan.
Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah."
Akhirnya, rumah itu dikembalikan kehormatannya dan
kemuliaannya. Kemudian lagi-lagi arus berbagai gambar terlintas dalam memorinya:
itulah peperangan Hunain dengan kekalahannya, kemenangannya, dan ganimahnya;
Itulah Nabi saw yang memberikan ganimah terhadap orang- orang yang bergabung
dengan Islam hanya dua hari dari penduduk Mekah, dan mencegah untuk memberi
ganimah Hunaian kepada kaum Anshar yang telah memberikan segalanya untuk Islam.
Salah seorang di antara mereka berkata: "Demi Allah, Rasulullah saw telah
menemui kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah berjalan ke arah Rasulullah saw dan
memberitahunya bahawa kaum Anshar sedang marah. Rasul saw bertanya: "Mengapa
marah?" Sa'ad menjawab: "Mereka protes saat engkau membagikan ganimah ini pada
kaummu dan pada seluruh orang Arab namun mereka tidak mendapatkan apa-apa."
Rasulullah saw bertanya kepada Sa'ad bin Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana
pendapatmu wahai Sa'ad?" Sa'ad berkata: "Aku tidak lain kecuali seseorang dari
kaumku." Rasulullah saw berkata: "Kumpulkanlah kepadaku kaummu untuk masalah
yang penting ini dan jika kalian telah berkumpul, maka beritahulah aku."
Sa'ad
mengumpulkan seluruh kaum Anshar lalu ia memberitahu Rasul saw bahawa ia telah
mengumpulkan mereka. Rasulullah saw keluar menemui mereka dan berdiri di hadapan
mereka sambil memuji Allah SWT dan kemudian berkata: "Wahai orang-orang Anshar,
tidakkah aku datang kepada kalian saat kalian dalam keadaan sesat lalu Allah SWT
memberikan petunjuk kepada kalian, dan kalian menjadi orang-orang yang fakir
lalu Allah SWT memampukan kalian, dan kalian dalam keadaan bermusuhan lalu Allah
SWT menyatukan hati kalian?" Mereka menjawab: "Benar." Rasulullah saw berkata:
"Mengapa kalian tidak menjawab wahai kaum Anshar?" Mereka berkata: "Apa yang
kita akan katakan wahai Rasulullah dan dengan apa kita akan menjawabnya. Sungguh
segala kurnia hanya milik Allah SWT dan Rasul-Nya."
Rasulullah saw berkata: "Demi Allah, seandainya kalian mahu
nescaya kalian akan mengatakan dan benar apa yang kalian katakan: Engkau datang
kepada kami sebagai seorang yang terusir, maka kami melingdungimu dan engkau
datang dalam keadaan miskin lalu kami menghiburmu dan engkau datang dalam
keadaan ketakutan lalu kami mengamankanmu dan engkau datang dalam keadaan
teraniaya lalu kami menolongmu." Mereka berkata: "Segala puji dan kurnia bagi
Allah SWT dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata: "Wahai kaum Anshar, apakah
kalian akan marah terhadap harta yang telah aku berikan kepada suatu kaum dengan
harapan agar keimanan meresap dalam hati mereka dan kalian justru melupakan
kurnia yang telah Allah SWT berikan kepada kalian dalam bentuk nikmat Islam.
Tidakkah kalian wahai kaum Anshar merasa puas ketika manusia pergi untuk
melakukan perjalanan di musim dingin sedangkan kalian pergi dengan Rasulullah
saw. Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya manusia melalui suatu
jalan dan kaum Anshar melalui jalan yang lain nescaya aku akan melalui jalan
kaum Anshar. Ya Allah, rahmatilah kaum Anshar dan anak-anak kaum Anshar dan cucu
kaum Anshar."
Mendengar doa itu, kaum tersebut menangis sehingga janggut
mereka terbasahi dengan air mata dan mereka berkata: "Kami rela dengan Allah SWT
sebagai Tuhan dan sangat puas dengan pembahagian Rasulullah saw." Kemudian Nabi
saw pun meninggalkan mereka dan mereka pergi dalam keadaan puas. Orang-orang
Anshar memahami bahawa Muslim yang hakiki di dunia adalah seorang yang datang di
dunia untuk memberi, bukan untuk mengambil. Nabi saw terbangun dan beliau
mendapati dirinya sendirian di kamar. Suhu tubuh beliau meningkat kerana demam,
lalu beliau memanggil Aisyah dan meminta kepadanya untuk membawa air yang dapat
digunakannya untuk mendinginkan tubuhnya. Aisyah mulai menuangkan air kepada
Rasulullah saw sampai demam beliau beransur- ansur sedikit menurun. Tampak
bahawa waktu berlalu cukup lambat dan berat. Sakit Rasulullah saw semakin
meningkat.
Beliau
mulai merasa bahawa tidak mampu lagi untuk solat bersama para sahabat, lalu
beliau memerintahkan Abu Bakar untuk solat bersama mereka. Pada saat Nabi
mengalami antara keadaan terjaga dan tidur, beliau selalu berfikir apa gerangan
yang belum disampaikannya kepada manusia. Beliau telah menyampaikan segala
sesuatu dan telah mengajari mereka segala sesuatu serta telah meninggalkan
sebuah Kitab yang siapa pun berpegangan dengannya ia tidak akan sesat.
Rasul
saw mulai mengantuk dan berbagai nostalgia terlintas di kepalanya. Beliau
melihat dirinya di haji Wada'. Selesailah perjanjian yang diberikan kepada kaum
musyrik dan mereka telah dilarang untuk memasuki Masjidil Haram dan sekarang
Nabi saw keluar sebagai pemimpin haji dan mengajari kaum Muslim cara manasiknya.
Rasulullah saw memperhatikan ribuan orang-orang yang bertauhid saat mereka
menuju Baitul Haram dalam keadaan memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk kepadanya.
Mereka menghidupkan memori datuk mereka, Ibrahim Khalilullah. Nabi saw berdiri
dan berpidato di tengah-tengah keramaian itu. Nabi saw mulai merasakan bahawa
kehidupannya di dunia sebentar lagi akan berakhir. Beliau mengetahui bahawa
kafilah ini akan pergi sendirian dalam menjalani kehidupan. Beliau kembali
menanamkan nilai- nilai Islam dan wasiat dakwah di jalan Allah SWT. Setelah
berjuang selama dua puluh tiga tahun menegakkan agama Allah SWT, beliau bertanya
kepada mereka: "Apakah aku telah menyampaikan amanat Tuhan?" Lalu manusia yang
hadir saat itu menyatakan bahawa beliau benar-benar telah menyampaikan dakwah.
Beliau memanggil Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya bagaimana berdakwah kepada
manusia di jalan Allah SWT dan bagaimana mengenalkan agama kepada mereka.
Kemudian
beliau berwasiat kepada Mu'ad saat ia menunggangi kenderaannya sedangkan
Rasulullah saw berjalan di sebelah untanya: "Sesungguhnya orang yang paling
utama di sisiku adalah orang-orang yang bertakwa, siapa pun mereka dan di mana
pun mereka." Nabi saw adalah rahmat bagi semua manusia dan sebagai cermin yang
tertinggi dari cermin persaudaraan dan kepatuhan. Beliau menegakkan Al-Qur'an di
tengah-tengah umat Islam namun beliau menolak segala bentuk penampilan yang
biasa melekat pada seorang penguasa atau raja atau pemimpin apa pun. Beliau
berkata kepada para sahabatnya: "Aku hanya seorang hamba Allah SWT dan
Rasul-Nya."
Beliau
keluar menemui sekelompok sahabatnya lalu sebagai bentuk penghormatan kepada
beliau mereka berdiri. Kemudian beliau memerintahkan kepada mereka agar tidak
berdiri. Ketika beliau keluar untuk menemui sahabat-sahabatnya dan
murid-muridnya, maka beliau duduk bersama mereka di tempat terakhir yang
ditemukannya. Beliau sangat bersahabat dan ramah dengan para sahabatnya, bahkan
beliau bercanda dengan anak-anak mereka dan mendudukkan mereka di ruangannya.
Beliau memenuhi panggilan orang dewasa mahupun anak- anak. Beliau membesuk
orang-orang yang sakit meskipun berada di tempat yang jauh. Beliau menerima
alasan orang yang mempunyai uzur. Beliau mendahului orang yang ditemuinya dengan
salam bahkan beliau mendahului berjabat tangan dengan para sahabatnya.
Ketika
seseorang datang untuk menemuinya saat beliau solat, maka beliau mempersingkat
solatnya dan menanyakan keperluan orang itu. Setelah menyelesaikan keperluan
manusia, beliau kembali menyelesaikan solatnya. Beliau selalu menebar senyum
kepada kawan dan lawan dan memiliki keperibadian yang paling baik. Ketika beliau
berada di rumahnya, beliau melayani keluarganya. Beliau mencuci bajunya. Beliau
memperbaiki sandalnya dan memberi minum unta. Beliau makan bersama pembantu.
Beliau memenuhi kebutuhan orang yang lemah, orang yang sedih, dan orang yang
miskin. Bahkan kebaikan beliau dan kasih sayangnya sampai pada tingkat di mana
beliau membiarkan cucunya menaiki punggungnya saat beliau sedang solat.
Kasih
sayang beliau tidak hanya terbatas kepada manusia bahkan juga tertuju pada
binatang dan pohon. Beliau memberi makan binatang dengan tangannya sendiri
bahkan beliau pernah merawat anjing yang sakit. Beliau memerintahkan pasukan
Islam saat berperang demi menegakkan keadilan Islam agar mereka tidak membunuh
anak kecil, orang tua, kaum wanita dan hendaklah mereka tidak mencabut pohon dan
tidak pula merobohkan rumah.
Apa yang
dibawa oleh Nabi saw bukan hanya suatu undang-undang yang mengatur hubungan
antara manusia dan manusia yang lain, dan apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan
hanya berisi suatu sistem untuk meningkatkan kualiti kehidupan dan kemajuannya,
ini semua adalah hal relatif namun beliau datang dengan membawa peradaban yang
abadi yang mengatur hubungan antara manusia dan alam, dan mengembalikan
keserasian di alam wujud sehingga semua berjalan secara seimbang dan mencapai
kesempurnaan menuju Allah SWT. Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya,
beliau masih sibuk mengurus masa depan dakwah dan beliau sangat cemas terhadap
masa depan agama dan sangat peduli dengan masalah kaum Muslim. Beliau khawatir
suatu saat Islam hanya tinggal namanya namun hakikatnya telah lenyap. Namun
sebelum beliau meninggal, Allah SWT telah memperlihatkan kepada beliau sesuatu
yang membuat hati beliau menjadi tenang. Dan di hari Senin dari bulan Rabiul
Awal yang mulia, beliau kembali kepada Tuhannya dalam keadaan ridha dan
diridhai.
Salam
kepadamu ya Rasulullah dan kepada keluarga serta sahabat yang setia bersamamu.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan